Saturday, November 10, 2018

MELIPAT KEPAHITAN

Ayat: Kejadian 45
Bacaan Setahun: Matius 15-17
Nas : "Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu." (Kejadian 45:5)

Seni melipat kertas dari Jepang, origami, telah kita kenal sejak duduk di bangku Taman Kanak-kanak. Origami mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan dalam melipat kertas supaya dapat menghasilkan suatu karya yang indah. Tanpa pengetahuan yang benar dan keterampilan yang memadai, kita tidak akan bisa menciptakan lipatan-lipatan kertas menjadi bentuk yang kita inginkan. Bentuk-bentuk yang unik dan indah.

Kisah Yusuf merupakan cerita sukses seorang anak manusia dalam melipat seluruh kepahitan yang terjadi dalam hidupnya. Kesuksesan hidup diraih Yusuf lantaran ia memiliki pengetahuan yang benar akan rencana Tuhan dalam hidupnya (ay. 5). Mimpi-mimpi pada masa mudanya bukanlah mimpi tanpa visi. Yusuf memandang mimpi sebagai pengetahuan yang memampukan dirinya untuk melihat masa depan keberlangsungan bangsanya.

Berbekal pengetahuan tersebut, Yusuf terampil dalam melipat seluruh pengalaman hidupnya yang tidak menyenangkan. Perlakuan buruk dari saudara-saudaranya hingga mendekam di penjara Mesir merupakan rangkaian kepahitan yang harus dilaluinya supaya dapat menyelamatkan ayah dan saudara-saudaranya dari bahaya kelaparan. Keselamatan Yakub dan keluarganya menandai keindahan rencana Tuhan melalui hidup Yusuf.

Kepahitan hidup yang berhasil diatasi oleh Yusuf laksana lipatan-lipatan ilahi yang menghasilkan satu bentuk keindahan di tangan Sang Maestro Agung. Hidup Yusuf adalah bukti yang tak terbantahkan. --EML/www.renunganharian.net

KARYA KEHIDUPAN YANG INDAH DI MATA TUHAN BEKERJA MELALUI PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN KITA DALAM MELIPAT SELURUH KEPAHITAN HIDUP.

TUHAN PAKAI AKU

Ayat: Yohanes 12:20-26
Bacaan Setahun: Matius 7-9
Nas :"Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Jika biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah." (Yohanes 12:24)

Dalam diskusi pelayanan, tercetus sebuah pertanyaan, "Kenapa banyak hamba Tuhan dalam Alkitab yang kisah hidupnya tidak ditulis dengan lengkap?" Dari sekian banyak jawaban, ada satu yang saya rasa paling masuk akal. "Soalnya kalau ditulis semua bisa-bisa tidak ada yang mau jadi hamba Tuhan."

Ada benarnya. Proses yang dilewati para hamba Tuhan itu luar biasa berat. Dari beberapa kisah yang dicatat Alkitab, kita mendapat gambaran tentang betapa tidak mudahnya proses yang harus mereka lewati. Yusuf melewati 13 tahun sebagai budak. Musa harus hidup dalam pembuangan selama 40 tahun. Daud menjadi buronan selama 13 tahun. Daftarnya bisa terus bertambah. Masa-masa itu mungkin adalah masa tergelap bagi mereka. Masa ketika mereka seakan tidak produktif. Tidak menghasilkan karya nyata. Masa ketika tidak ada buah kehidupan. Namun, setelah melewati masa itu, kita bisa melihat bahwa hidup mereka benar-benar berubah. Mereka jadi orang yang produktif, berbuah. Hidup mereka menjadi kesaksian nyata bagi banyak orang.

Hikmahnya: setiap orang yang mau dipakai oleh Tuhan harus mau melewati proses itu. Suatu masa yang sepertinya tidak produktif. Masa ketika kita seakan tidak melakukan apa-apa. Bahkan sepertinya Tuhan juga meninggalkan kita. Namun, jika kita setia, terus bertahan sampai akhir, kita bisa melihat perbedaannya. Ya, jika kita berkata, "Tuhan pakailah aku, " apakah kita mau melewati prosesnya setelah tahu apa yang harus terjadi? --DP/www.renunganharian.net

UNTUK DIPAKAI OLEH TUHAN, KITA HARUS
BERSEDIA MELEWATI PROSES PEMBENTUKANNYA.

"MANGKUK RENUNGAN"

Bacaan: Lukas 18:18-27
NATS: Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Allah (Lukas 18:27)

Tak terhitung berapa kali hati saya berkata, "Aku akan memanggang roti." Lalu suatu hari saya menyadari bahwa saya tidak pernah menganggang roti selama hidup-ovenlah yang dapat melakukannya. Saya hanya mencampur bahan-bahan yang tepat dan sisanya dikerjakan oleh oven. Dengan pembagian pekerjaan seperti itu, saya senang melihat orang-orang mencicipi dan menikmati roti yang lezat.

Allah menggunakan "mangkuk pencampur" perenungan untuk menjernihkan pilihan sulit yang saya hadapi ketika memulai pendalaman Alkitab di lingkungan tempat tinggal saya. Mengajak para tetangga saya untuk belajar Alkitab bersama tidak sama dengan melihat mereka percaya dan mengikut Kristus. Saya sempat merasa tak berdaya. Namun, tiba-tiba saya melihat kejelasan. Seperti memanggang roti, menyuruh seseorang menjadi kristiani adalah hal mustahil bagi saya, tetapi tidak bagi Allah. Saya telah mencampur adonan yang tepat-rumah yang terbuka, persahabatan, kasih. Kini saya tinggal percaya kepada Roh Kudus, melalui firman-Nya, untuk melakukan tugas-Nya. Ketika saya mengerjakan bagian itu, saya memperoleh sukacita karena melihat orang-orang menikmati kebaikan Allah.

Dalam Lukas 18:18-27, Yesus dengan begitu jelas menyatakan banyaknya halangan untuk menjaga iman para pengikut-Nya yang mulai meragukan apakah mereka akan diselamatkan. Apakah Anda merasakan hal yang sama terhadap seseorang? Yakinlah atas peringatan kuat yang diberikan Tuhan bahwa ada banyak hal yang hanya dapat dilakukan oleh Allah sendiri. Menyelamatkan manusia adalah salah satunya -JEY

KITA MENABUR BENIH

TETAPI ALLAH-LAH YANG MENDATANGKAN TUAIAN

YANG BAIK DAN YANG BURUK

Bacaan: Nahum 1
NATS: TUHAN itu baik; Ia adalah tempat pengungsian pada waktu kesusahan (Nahum 1:7)

Niniwe memiliki masalah dengan Allah. Masalah besar! Meskipun Nabi Yunus yang pada mulanya merasa enggan, telah bekerja dengan baik, Niniwe kembali ke jalannya yang jahat. Penduduk Niniwe menindas negeri-negeri lain, menyembah berhala, dan melakukan berbagai tindakan jahat.

Allah melihat kejahatan ini, dan melalui kata-kata yang diucapkan Nahum, Dia bersabda tentang kehancuran Niniwe di masa depan, dengan menggunakan kata-kata seperti kemurkaan dan pembalasan. Niniwe akan segera menghadapi pengadilan.

Mengapa nabi Allah memberi tahu umat Yudea tentang hal ini? Mampukah kata-kata Nahum yang menakutkan itu membantu mereka yang tinggal di Tanah Perjanjian?

Dalam Nahum 1:7,8 terdapat petunjuk untuk menjawab semua pertanyaan tersebut. Nubuatnya tentang penghancuran bagi orang yang menolak Allah, sangat bertentangan dengan janji Allah kepada "yang percaya kepada-Nya". Orang-orang saleh tidak akan menghadapi pengadilan, namun akan diselamatkan. Mereka dapat berlindung kepada-Nya.

Allah bukanlah Allah yang tidak adil. Dia menyediakan perlindungan, pertolongan, dan penghiburan bagi mereka yang percaya kepada-Nya, tetapi Dia juga mengirimkan penghakiman terhadap mereka yang tidak menaati perintah-Nya.

Pesan yang disampaikan untuk kita sama seperti pesan yang diberikan kepada Yudea. Apabila kita percaya dan taat, kita dapat menikmati penghiburan dalam perlindungan Allah-bahkan dalam masa yang sulit -JDB

SETIAP ORANG HARUS BERHADAPAN DENGAN ALLAH

SEBAGAI JURU SELAMAT ATAU SEBAGAI HAKIM

APAKAH DIA MENDENGAR?

Bacaan: Matius 26:39-42; 27:45,46
NATS: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? (Matius 27:46)

"Kadang-kadang sepertinya Allah tidak mendengarkan saya." Kata-kata ini berasal dari seorang perempuan yang berusaha tetap kuat berjalan bersama Allah, sementara ia harus mengatasi suaminya yang peminum. Kata-kata itu juga merupakan jeritan hati banyak orang beriman. Selama 18 tahun, perempuan itu meminta kepada Allah untuk mengubah suaminya. Namun, hal itu tidak pernah terjadi.

Apakah yang ada di benak kita bila kita berulang kali meminta sesuatu yang baik kepada Allah, sesuatu yang dengan mudah dapat memuliakan nama-Nya, tetapi tidak kunjung dijawab-Nya? Apakah Dia mendengarkan kita, atau tidak?

Marilah kita lihat kehidupan Penebus kita. Di Taman Getsemani, Dia berdoa berjam-jam dalam kesedihan, mencurahkan isi hati-Nya, dan memohon, "Biarlah cawan ini lalu dari hadapan-Ku" (Matius 26:39). Akan tetapi, jawaban Bapa-Nya jelas, "Tidak." Untuk memberikan keselamatan, Allah harus mengirim Yesus untuk mati di kayu salib. Meskipun Yesus merasa bahwa Bapa meninggalkan-Nya, Dia berdoa dengan khusyuk dan dengan penuh perasaan sebab Dia percaya bahwa Allah mendengarkan.

Apabila kita berdoa, kita mungkin tidak melihat bagaimana Allah bekerja, atau kita tidak mengerti bagaimana Dia akan membawa kebaikan melalui semuanya ini. Oleh karena itu, kita harus percaya kepada-Nya. Kita mesti melepaskan hak-hak kita dan membiarkan Allah melakukan apa yang terbaik bagi kita.

Kita harus menyerahkan apa yang tidak kita ketahui kepada Dia yang tahu segala sesuatu. Dia sedang mendengarkan dan menangani masalah itu menurut cara-Nya sendiri -JDB

APABILA KITA BERLUTUT UNTUK BERDOA

ALLAH MENDEKATKAN TELINGA-NYA UNTUK MENDENGARKAN

Saturday, September 29, 2018

SALAHKAH MENJADI KAYA??

Ayat: Lukas 18:18-27
Bacaan Setahun: Maleakhi 1-4
Nas : Ketika melihat bahwa ia menjadi amat sedih, berkatalah Yesus, "Alangkah sukarnya orang yang banyak harta masuk ke dalam Kerajaan Allah." (Lukas 18:24)

Orang kadang-kadang bertanya, "Salahkah menjadi kaya? Bukankah Yesus mengatakan bahwa orang kaya sukar masuk surga?" Apabila kita tidak benar-benar memahami perkataan Yesus, kita tentu takut menjadi kaya. Yesus bukan menghendaki kita untuk tidak menjadi kaya, melainkan Dia menginginkan hati kita tidak melekat pada kekayaan.

Abraham dan Ayub merupakan contoh orang kaya yang disertai Tuhan. Hati mereka terbukti tidak terpikat pada harta kekayaan, melainkan pada Pribadi Allah. Berbeda dengan Abraham dan Ayub, orang kaya yang bertemu Yesus ini menggenggam erat kekayaannya. Terbukti, ketika Yesus memintanya untuk menjual segala miliknya, membagikannya kepada orang miskin, dan lalu datang mengikut Dia, orang itu menjadi amat sedih (ay. 22-23). Banyak sekali harta miliknya sehingga ia berat meninggalkannya. Itulah sebabnya Yesus berkata: "Alangkah sukarnya orang yang banyak harta masuk ke dalam Kerajaan Allah" (ay. 24).

Yesus tidak melarang kita menjadi kaya. Dia datang ke dunia justru agar kita memperoleh hidup dalam segala kelimpahannya (Yoh. 10:10). Tetapi ingatlah, kekayaan dapat dipakai Iblis sebagai jerat untuk memikat hati manusia. Demi mendapatkan banyak uang, seseorang dapat bekerja terlalu lama sehingga mengorbankan jam-jam doa atau waktu-waktu ibadahnya. Beberapa orang bahkan meninggalkan imannya demi menjadi kaya. Menjadi kaya tidaklah salah, tetapi hati yang dikuasai oleh kekayaan jelas tidak berkenan di hadapan Allah. --LIN/www.renunganharian.net

SEBAGAI ANAK ALLAH, HENDAKLAH KITA TIDAK TERPIKAT OLEH KEKAYAAN
DUNIAWI, TETAPI BERUSAHA UNTUK MENGEJAR KEKAYAAN SURGAWI.

Friday, September 28, 2018

PENGUNGSIAN YANG DIPERLUKAN

PENGUNGSIAN YANG DIPERLUKAN

Bacaan: Mazmur 17:1-9
NATS: Peliharalah aku seperti biji mata, sembunyikanlah aku dalam naungan sayap-Mu (Mazmur 17:8)

Akibat badai Katrina yang memorak-porandakan Amerika Serikat bagian selatan, para keluarga dan orang-orang yang tidak mempunyai tempat tinggal lagi sering disebut media sebagai "pengungsi". Untuk beberapa orang, istilah ini dipandang sebagai penghinaan, sehingga para reporter buru-buru mencari kata lain yang tidak dianggap negatif. Mereka memutuskan untuk memakai kata "orang yang dievakuasi".

Sebenarnya, kata "pengungsi" mengandung suatu harapan. Sebuah kamus mendefinisikan pengungsi sebagai "orang yang lari untuk mencari perlindungan, misalnya saat terjadi perang, tekanan politik, atau pengejaran karena masalah agama". Pengungsi berasal dari kata ungsi, yang berarti keselamatan, perlindungan, dan kepedulian kepada orang yang menderita. Kata itu berarti pelabuhan yang aman di dalam dunia yang penuh badai.

Bagi orang-orang yang telah dihantam oleh badai, tragedi, dan bencana kehidupan, maka pengungsian merupakan hal yang paling mereka harapkan. Mereka dapat mencari naungan di dalam pelukan Allah, karena hanya Dia sendirilah yang dapat memberi kita perlindungan dan Dia ingin menyelimuti, melindungi, serta memelihara kita.

Yesus berkata kepada orang-orang yang putus asa pada zaman-Nya, "Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya" (Matius 23:37). Dia terus menawarkan pengungsian bagi hati yang sedih di zaman kita apabila kita mau mencari pemeliharaan-Nya dan memercayai hati-Nya -WEC

KITA TIDAK PERLU TAKUT AKAN BAYANG-BAYANG GELAP KEHIDUPAN

BILA KITA BERADA DI BAWAH NAUNGAN SAYAP ALLAH

OLEH OLEH YANG BASI

Ayat: Matius 6:19-24
Bacaan Setahun: Zefanya 1 - Hagai 2
Nas : "Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di surga; di surga ngengat dan karat tidak merusaknya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya." (Matius 6:20)

Setiap kali ke luar kota, tak lupa saya membeli oleh-oleh khas daerah tersebut untuk dibawa pulang. Namun, saya tidak sembarang membeli! Pertimbangan yang tidak boleh dilupakan adalah tingkat keawetan oleh-oleh itu, terutama jika berupa makanan. Jika tidak, besar kemungkinan oleh-oleh yang saya beli menjadi sia-sia karena basi atau berjamur sehingga tidak bisa dinikmati.

Harta dunia yang bersifat sementara tidak dapat kita nikmati dalam kekekalan. Ini seumpama oleh-oleh basi yang sia-sia. Sayangnya, di balik jubah keagamaan yang terlihat begitu saleh, dosa kemunafikan dalam hal pemikiran duniawi sangat mudah mencengkeram jiwa manusia dengan begitu kuatnya. Karena itu Yesus memperingatkan para murid supaya tidak mendambakan kekayaan dunia. Berjaga-jaga supaya tidak salah dalam memilih "harta" yang dikumpulkan, yang akan dijadikan andalan di masa depan.

Melalui nasihat ini Yesus tidak sedang bermaksud untuk merampas harta kita, melainkan mengarahkan kita supaya menentukan "harta" yang tepat. Yesus ingin kita tidak salah dalam menganggap sesuatu sebagai "harta". Harta dapat diartikan sebagai sesuatu yang terpenting, bernilai, berharga, paling bermanfaat bahkan membawa kemuliaan. Bukankah tidak ada lagi yang lebih penting, lebih berharga, lebih bernilai dan membawa kemuliaan sampai pada kekekalan selain beriman kepada Tuhan dan melakukan kehendak-Nya? Betapa malangnya jika kita salah menentukan pilihan sehingga jerih lelah kita di dunia ini berakhir dalam kesia-siaan yang tak dapat dinikmati! --Hagai/www.renunganharian.net

BUKAN UANG DAN HARTA DUNIA YANG MENJADI NILAI MUTLAK ORANG PERCAYA, MELAINKAN TUHAN SEBAGAI HARTA YANG PALING MULIA.

PERINGATAN YANG TAMPAK

Bacaan: Ulangan 6:1-9
NATS: Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan (Ulangan 6:6)

Semakin banyak orang mendapati bahwa penggunaan pedometer [alat penghitung jarak perjalanan dengan menghitung jumlah langkah yang diambil] membantu meningkatkan olahraga harian. Penghitung langkah itu merupakan pencatat sekaligus motivator bagi mereka. Dengan mengetahui jumlah langkah, mereka menjadi terdorong untuk lebih sering berjalan.

Seorang wanita, yang memiliki target berjalan 10.000 langkah setiap hari, mulai memarkir kendaraannya agak jauh dari tempat kerjanya dan melakukan lebih banyak tugas yang membutuhkan gerak aktif. Kesadarannya terhadap pedometer membantunya mengubah gaya hidup.

Pengingat yang dapat terlihat juga penting dalam perjalanan kita bersama Kristus. Ketika Allah memerintahkan bangsa Israel supaya menyimpan perintah-Nya di dalam hati, Dia juga memberi tahu untuk membuat pengingat yang kelihatan akan firman-Nya: "Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu" (Ulangan 6:8,9). Tujuannya bukan untuk menambah dekorasi, tetapi agar terjadi pembebasan rohani: "Maka berhati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan Tuhan, yang telah membawa kamu keluar dari tanah Mesir, dari rumah perbudakan" (ayat 12).

Ayat-ayat yang ditulis di plakat, kartu pengingat, atau kalender dapat membuat fokus kita tertuju kepada Allah sepanjang hari. Pengingat akan Kristus dan firman-Nya yang kelihatan ini akan menguatkan langkah kita untuk menaati-Nya --DCM

SIMPANLAH ALKITAB DI DALAM HATI ANDA
BUKAN DI ATAS RAK

MERENDAHKAN DIRI

Bacaan   : Filipi 2:1-11
Setahun : Yunus 1-4
Nas       : Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. (Filipi 2:8)

MERENDAHKAN DIRI

Kekuatan komunitas orang percaya terletak pada kesatuan hati, pikiran, kasih, jiwa, dan tujuan di antara para anggotanya. Sebaliknya, anggota yang mementingkan diri sendiri akan mengancam keutuhan komunitas. Ia menganggap dirinya yang paling hebat dan penting. Orang seperti ini sulit bekerja sama dengan orang lain. Baginya, keutuhan komunitas bukanlah prioritas.

Paulus melihat adanya ancaman perpecahan di tengah jemaat Filipi, yaitu sikap mementingkan diri, menganggap orang lain tidak penting. Sikap ini merupakan wujud kesombongan karena menganggap diri lebih hebat daripada orang lain. Paulus pun mengajak segenap jemaat untuk memiliki pikiran dan perasaan yang terdapat di dalam Kristus Yesus. Yesus sendiri rela melepaskan identitas ilahi-Nya dengan segala hak istimewa-Nya. Dia mengabaikan kemuliaan diri-Nya, membiarkan diri dihina, direndahkan, disiksa, bahkan dibunuh demi keselamatan manusia. Yesus telah merendahkan diri-Nya sebagai hamba yang hina demi memulihkan harkat hidup manusia dan mempersekutukan mereka kembali dengan Allah, Sang Sumber Hidup.

Merendahkan diri memang bukan perkara mudah. Memerlukan kebesaran jiwa untuk melakukannya. Kita perlu berlatih untuk merendahkan diri dan menganggap orang lain lebih penting dalam relasi kita dengan sesama, khususnya di antara orang percaya. Misalnya, saat berbeda pendapat dalam hal-hal yang tidak prinsip, bersediakah kita mengalah dan mendukung ide orang lain? --ENO/www.renunganharian.net

KEUNGGULAN KARAKTER SESEORANG TERLIHAT
DALAM KESEDIAANNYA UNTUK MERENDAHKAN DIRI.

APAKAH DIA MENDENGAR?

Bacaan: Matius 26:39-42; 27:45,46
NATS: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? (Matius 27:46)

"Kadang-kadang sepertinya Allah tidak mendengarkan saya." Kata-kata ini berasal dari seorang perempuan yang berusaha tetap kuat berjalan bersama Allah, sementara ia harus mengatasi suaminya yang peminum. Kata-kata itu juga merupakan jeritan hati banyak orang beriman. Selama 18 tahun, perempuan itu meminta kepada Allah untuk mengubah suaminya. Namun, hal itu tidak pernah terjadi.

Apakah yang ada di benak kita bila kita berulang kali meminta sesuatu yang baik kepada Allah, sesuatu yang dengan mudah dapat memuliakan nama-Nya, tetapi tidak kunjung dijawab-Nya? Apakah Dia mendengarkan kita, atau tidak?

Marilah kita lihat kehidupan Penebus kita. Di Taman Getsemani, Dia berdoa berjam-jam dalam kesedihan, mencurahkan isi hati-Nya, dan memohon, "Biarlah cawan ini lalu dari hadapan-Ku" (Matius 26:39). Akan tetapi, jawaban Bapa-Nya jelas, "Tidak." Untuk memberikan keselamatan, Allah harus mengirim Yesus untuk mati di kayu salib. Meskipun Yesus merasa bahwa Bapa meninggalkan-Nya, Dia berdoa dengan khusyuk dan dengan penuh perasaan sebab Dia percaya bahwa Allah mendengarkan.

Apabila kita berdoa, kita mungkin tidak melihat bagaimana Allah bekerja, atau kita tidak mengerti bagaimana Dia akan membawa kebaikan melalui semuanya ini. Oleh karena itu, kita harus percaya kepada-Nya. Kita mesti melepaskan hak-hak kita dan membiarkan Allah melakukan apa yang terbaik bagi kita.

Kita harus menyerahkan apa yang tidak kita ketahui kepada Dia yang tahu segala sesuatu. Dia sedang mendengarkan dan menangani masalah itu menurut cara-Nya sendiri -JDB

APABILA KITA BERLUTUT UNTUK BERDOA

ALLAH MENDEKATKAN TELINGA-NYA UNTUK MENDENGARKAN

Friday, September 21, 2018

TIDAK ADA MALAIKAT MENOLONG

Ayat: Kisah Para Rasul 12:1-10
Bacaan Setahun: Amos 1-5
Nas : Ia menyuruh membunuh Yakobus, saudara Yohanes, dengan pedang. (Kisah Para Rasul 12:2)

Ada banyak peristiwa tak terduga, baik yang menimpa diri kita atau melibatkan orang lain. Akhir ceritanya pun acap kali berbeda. Ada orang yang menderita sakit bertahun-tahun tiba-tiba Tuhan sembuhkan dengan cara ajaib. Sebaliknya, ada yang sakit biasa-biasa saja, tanpa diduga nyawanya justru tidak tertolong. Saat kita melihat atau bahkan mengalaminya mungkin kita berpikir: "Mengapa Tuhan menyembuhkan yang sudah sekarat tapi tidak menolong yang lain?"

Saat kita membaca bacaan hari ini, apakah kita juga bertanya: "Mengapa Tuhan tidak menyelamatkan Yakobus sama halnya Ia menyelamatkan Petrus?" Waktu itu Petrus pun tidak kalah menderita. Kedua tangan Petrus terbelenggu dan dipenjara di bawah pengawasan empat regu jaga. Ia sebenarnya sedang menanti ajal selepas Paskah. Tetapi Tuhan mengutus malaikat-Nya dan membebaskan Petrus dari penjara. Bukankah ini sebuah mukjizat? Tapi mengapa tidak ada malaikat penolong untuk Yakobus?

Sekalipun kita tidak mampu memahami cara Tuhan bekerja, tetapi percayalah bahwa semua yang dilakukan-Nya adalah benar. Mungkin kita seperti Yakobus yang terperangkap dalam masalah dan tidak ada malaikat datang untuk melepaskan kita. Percayalah, itu pun dilakukan Tuhan untuk maksud kebaikan. Allah pun tidak melepaskan Yesus dari salib karena melalui jalan saliblah manusia menerima keselamatan. Meski tidak ada malaikat datang dalam hidup kita, itu bukan berarti Tuhan meninggalkan kita. Sebaliknya, Ia sudah mempunyai rencana kebaikan di balik setiap persoalan yang sedang kita alami. --SYS/www.renunganharian.net

IMAN ADALAH SEKALIPUN KITA TIDAK MELIHAT PERTOLONGAN TUHAN NAMUN KITA TETAP PERCAYA BAHWA DIA BEKERJA DALAM SEGALA SESUATU.

MENGURANGI TEKANAN

Bacaan: Markus 1:35-39
NATS: Serahkanlah segala kekhawatiranmu kepada-Nya, sebab Ia memelihara kamu (1Petrus 5:7)

Tanggal 24 Mei 1883, penduduk New York merayakan penyelesaian pembangunan jembatan Brooklyn, jembatan pertama yang dilengkapi dengan pegas baja. Akan tetapi, prestasi dalam bidang teknik ini tidak dapat selesai tanpa adanya pengorbanan. Untuk dapat meletakkan fondasi raksasa jembatan ini di dalam air, harus digunakan ruangan kedap air sangat besar yang menyerupai "peti". Orang-orang harus bekerja di dalamnya selama delapan jam di bawah tekanan udara yang luar biasa.

Saat para pekerja kembali ke tekanan atmosfir normal, mereka akan mengalami gejala yang buruk sekali, sehingga dikenal sebagai penyakit "peti". Ditemukan bahwa pengurangan tekanan udara yang terjadi secara drastis menyebabkan terlepasnya gelembung kecil nitrogen dalam darah. Hal ini dapat mengurangi persediaan oksigen yang menyebabkan mual, sakit pada persendian, kelumpuhan, dan bahkan kematian. Saat ini, para ilmuwan tahu bahwa penggunaan ruangan kedap air itu harus disertai pengurangan tekanan secara bertahap, sehingga usaha ini mencegah terbentuknya gelembung nitrogen dalam darah.

Kita pun memerlukan tempat untuk mengurangi tekanan kehidupan. Allah telah menyediakan cara untuk "mengurangi tekanan rohani". Penyembahan pribadi dapat menjadi tempat pengangkatan berbagai beban (Markus 1:35-39). Di sanalah kita dapat menyerahkan segala kekhawatiran kita kepada-Nya (1 Petrus 5:7). Dengan berfokus pada hal-hal yang telah disediakan Allah, kita dapat mengalami kedamaian-Nya (Yesaya 26:3). Apakah Anda memiliki tempat untuk mengurangi tekanan rohani? --HDF

MEREKA YANG MENANTI-NANTIKAN TUHAN
MENDAPATKAN KEKUATAN BARU --Yesaya 40:31

Monday, September 17, 2018

RUMPUT YANG LEBIH HIJAU

Bacaan: Efesus 5:22-33
NATS: Bagi kamu masing-masing berlaku: Kasihilah istrimu seperti dirimu sendiri dan istri hendaklah menghormati suaminya (Efesus 5:33)

Nancy Anderson mengatakan bahwa imannya berubah menjadi suam-suam kuku, sehingga ia memercayai kebohongan dunia: "Saya berhak untuk bahagia." Kebohongan ini membuatnya terlibat dalam hubungan cinta gelap yang nyaris mengakhiri perkawinannya. Ia menulis buku berjudul Avoiding The Greener Grass Syndome (Menghindari Sindrom Rumput yang Lebih Hijau) agar kisah ketidaksetiaannya tidak menjadi "kisah orang lain".

Di bukunya, Nancy menyarankan enam tindakan untuk membangun "pagar" yang melindungi perkawinan Anda dan membantu membentuk "perkawinan bahagia":

Mendengar - pasang telinga bagi pasangan Anda.

Memberikan dorongan - membangun citra pasangan Anda dengan memusatkan diri pada sifat-sifat baik.

Tanggal - memperingati pernikahan Anda dengan bermain dan tertawa bersama.

Berhati-hati - membuat batas-batas yang jelas.

Belajar - mempelajari pasangan Anda agar dapat sungguh-sungguh memahaminya.

Memuaskan - saling memenuhi kebutuhan satu sama lain.

Rumput di seberang pagar mungkin tampak lebih hijau, tetapi kesetiaan kepada Allah dan janji kepada pasangan Anda sajalah yang dapat memberikan damai di hati dan kepuasan.

Apabila Anda menghindari sindrom rumput yang lebih hijau dengan mencintai dan menghormati pasangan Anda, pernikahan Anda akan menjadi gambaran tentang hubungan Kristus dan jemaat bagi orang-orang di sekitar Anda (Efesus 5:31,32) -AMC

YESUS KRISTUS ADALAH SATU-SATUNYA PIHAK KETIGA DI PERKAWINAN

YANG DAPAT MEMBUAT PERKAWINAN ITU BERHASIL

TANGIS PENYESALAN

Ayat: Lukas 22:54-62
Bacaan Setahun: Daniel 7-9
Nas : Lalu ia pergi ke luar dan menangis dengan sedih. (Lukas 22:62)

Terlepas dari beberapa kelemahannya, Petrus memiliki keistimewaan yang pernah direspons positif oleh Yesus. Dia adalah pribadi yang spontan dan terbuka. Di Danau Genesaret, Yesus menyuruhnya menebarkan jala. Ketika mukjizat terjadi, Petrus justru tersungkur dan meminta Yesus pergi karena merasa dirinya orang berdosa (Luk. 5:8). Ketika Yesus bertanya kepada murid-murid-Nya tentang siapakah diri-Nya, Petrus tepat menjawab, "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" (Mat. 16:16).

Namun spontanitas Petrus pernah pula ditegur keras oleh Yesus. Ketika Tuhan mengatakan bahwa Ia berdoa agar iman Petrus tidak gugur, Petrus justru membual. Dengan penuh percaya diri, dia menyatakan bahwa dirinya bersedia masuk penjara dan mati bersama Kristus. Beberapa jam kemudian, Petrus justru mengutuk dan bersumpah, menyatakan bahwa ia tidak kenal Yesus (Mat. 26:74). Tatapan penuh kasih Yesus dan ingatan Petrus pada teguran-Nya membuat Petrus insaf bahwa imannya memang lemah. Petrus pun menangis sedih atas dosa dan kegagalannya.

Bila kita tidak pernah menangisi dosa kita, itu kemungkinan karena kita belum benar-benar menghayati diri sebagai orang berdosa. Kita juga belum sungguh mengenal Yesus, Sang Mesias itu. Sebagaimana Petrus, kesadaran akan diri yang berdosa di bawah tatapan kasih Yesus niscaya akan mengubah total hidup kita. Pada titik itulah, kita baru dapat menjadi hamba Kristus yang efektif. Sebab saat itu kita mengenal kasih pengampunan Kristus sehingga mulai dapat melayani dengan kasih. --HEM/www.renunganharian.net

PENGENALAN AKAN KRISTUS DAN KESADARAN DIRI SEBAGAI ORANG BERDOSA
MEMAMPUKAN KITA MELAYANI DENGAN KASIH.

KEBESARAN HATI

Ayat: Yohanes 3:22-36
Bacaan Setahun: Daniel 10-12
Nas : "Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil." (Yohanes 3:30)

Di reuni SMA, bertemulah para murid dan guru mereka. Beberapa guru masih mengampu mata pelajaran yang sama, tapi para murid sudah banyak berubah. Ada yang jadi pengusaha, dokter, pilot, atau tentara. Apakah para guru iri melihat para murid lebih sukses dan lebih kaya? Tidak. Mereka justru senang karena anak didik mereka menjadi orang yang berguna.

Suatu kali murid-murid Yohanes Pembaptis mendatanginya dan bercerita bahwa Yesus Kristus membaptis banyak orang dan banyak pengikutnya pergi kepada Yesus. Apakah Yohanes iri atau bersungut-sungut? Tidak! Ia justru senang Yesus makin dikenal dan dicari banyak orang, makin besar pengaruhnya. Yohanes mengerti dirinya hanya pembuka jalan, hanya utusan, sehingga dengan rendah hati ia merelakan dirinya makin kecil dan Yesus makin besar. Saat itu ia memiliki pengaruh dan nama besar. Raja Herodes pun takut untuk membunuhnya karena Yohanes dianggap nabi, bahkan setara dengan Elia. Namun, kerendahan hati Yohanes membuatnya bersaksi tentang Yesus. Baginya, kehilangan pengikut tidak membuatnya hina atau rugi, justru hal itu sesuai dengan tujuan hidupnya.

Kalau orang-orang binaan sekarang jauh lebih hebat dan lebih berhasil daripada kita, patutlah kita mengucap syukur. Berarti jerih payah kita tidak sia-sia dan mendatangkan hasil yang jauh lebih baik. Kita berterima kasih kepada Tuhan karena memberkati hidup mereka. Tak perlu iri, tetapi dukung dan doakan mereka agar makin maju dan makin hebat. --RTG/www.renunganharian.net

KITA HARUS SENANG ORANG-ORANG YANG KITA BIMBING
DAN LATIH MENJADI LEBIH HEBAT.

Friday, September 14, 2018

NAFSU YANG RENDAH

Bacaan   : Ibrani 12:12-17
Setahun : Hosea 1-6
Nas       : Janganlah ada orang yang menjadi cabul atau mempunyai nafsu rendah seperti Esau yang menjual hak kesulungannya demi sepiring makanan. (Ibrani 12:16)

Doni, karyawan baru, suatu hari tanpa sengaja mendengar percakapan dua seniornya. Mereka sedang merencanakan penggelapan uang perusahaan. Doni ketahuan dan ditawari uang tutup mulut. Tergiur dengan tawaran itu, ia setuju. Apa yang terjadi tiga bulan kemudian? Doni dan dua seniornya itu sama-sama dipecat.

Firman yang kita baca hari ini merupakan sebuah panggilan kepada jemaat di Ibrani untuk menjaga diri supaya hidup kudus. Mereka harus menerima disiplin berupa kesengsaraan dan harus menjadi kuat di tengah pencobaan. Senantiasa mengutamakan hubungan yang baik, ketenangan, kesatuan, serta persekutuan dengan orang benar. Jemaat pun diajak untuk menjaga diri supaya jangan sampai timbul akar pahit, yang menyebabkan rusaknya keselarasan hubungan baik di antara orang percaya.

Nafsu rendah Esau itu menandakan sikap yang mengabaikan dan memandang remeh kehidupan yang kudus. Sebaliknya, ia memilih untuk hawa nafsu yang rendah. Ia mengasihi hal-hal duniawi sehingga kehilangan hak kesulungan dan kepekaan rohani. Ia menukarkan damai sejahtera dan kekudusan dengan ketenangan duniawi yang bersifat seketika dan hanya sementara. Ketika Esau berusaha mengubah keadaan itu, ia gagal. Sudah terlambat. Esau bersalah karena melakukan dosa dengan sengaja dan tak bisa lolos dari akibat perbuatannya sendiri.

Bagaimana dengan kita? Apakah kita akan melepaskan berkat yang bernilai kekal dari Tuhan hanya untuk sesuatu yang bersifat sementara? --Endang B. Lestari/Renungan Harian

JANGAN SERAKAH TERHADAP HARTA YANG FANA,
TETAPI PEGANGLAH HARTA YANG BERNILAI KEKAL.

AGAMA TANPA SPIRITUALITAS

Bacaan : Markus 7:1-23
Setahun: Daniel 10-12
Nats      : Jadi, dengan adat istiadat yang kamu teruskan itu, firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku. Banyak lagi hal lain seperti itu yang kamu lakukan. (Markus 7:13)

Di Israel dulu ada 8 kelompok Farisi. Jadi kurang adil bila semua orang Farisi kita sorot secara negatif. Kelompok ke-8 adalah kelompok moderat. Nikodemus termasuk dalam kelompok ini. Ia datang malam-malam kepada Yesus dan bertanya tentang kelahiran baru. Ketujuh kelompok lain memang cenderung legalistik, yaitu memberlakukan hukum secara ketat, namun melupakan "jiwa" dari hukum itu.

Itulah sebabnya orang yang legalistik biasanya berkepala batu, sok merasa benar asal sudah bisa menemukan dan mengutip hukum atau aturan yang tertulis. Herannya, orang legalistik kadang pintar mengelak kala aturan itu dikenakan pada diri mereka sendiri (ay. 9-13). Mereka memang mengutamakan penampilan saleh dan taat pada hukum Tuhan, namun hati mereka keras padas, jauh dari kelembutan dan kasih sayang. Orang semacam ini membuat agama tampil garang dan mengerikan. Agama mereka pisahkan dari spiritualitas. Inilah penyakit orang Farisi pada zaman Yesus dan juga "orang Farisi" pada zaman kita. Padahal, tanpa spiritualitas, agama menjadi kering dan kehilangan kemanusiawiannya. Tanpa spiritualitas, orang akan hidup di bawah hukum dan bukan di bawah kehendak Tuhan. Kita menyalahgunakan hukum Tuhan, dan memakainya untuk menindas sesama, bukan memberkati mereka.

Kiranya kita dijauhkan dari sikap semacam itu. Semoga kita menjadi orang Kristen yang lembut, arif, berprinsip teguh, namun berbela rasa, bukan orang Kristen yang kaku beku bak batu. Dunia membutuhkan cinta kasih dan bukan batu-batu beku itu!                        --Daniel K. Listijabudi/Renungan Harian.
    
MANUSIA KESEPIAN, KARENA MEREKA LEBIH SUKA MEMBANGUN BENTENG DARIPADA JEMBATAN HIDUP.                 --JOHN F. NEWTON

MENUNDA-NUNDA

Bacaan : Amsal 6:1-11
Setahun: Daniel 7-9
Nats      : Hai pemalas, berapa lama lagi engkau berbaring? Bilakah engkau akan bangun dari tidurmu? (Amsal 6:9)

Sepanjang musim dingin, beberapa jenis beruang biasanya berhibernasi (tidur dalam jangka waktu lama). Untuk itu, mereka perlu menimbun cadangan lemak secukupnya sebelum musim dingin datang. Alkisah, seekor induk beruang menyuruh anaknya untuk mulai mempersiapkan diri sejak awal musim gugur dengan mencari makan sendiri. Tetapi, si anak terus menunda-nunda dengan alasan bahwa masih banyak waktu. Akhirnya musim dingin pun tiba. Anak beruang itu mulai cemas karena tubuhnya tidak memiliki cukup lemak untuk bertahan melewati musim dingin. Dan, sudah terlambat--karena di luar sana salju turun semakin lebat, tidak mungkin lagi ia mencari bahan makanan.

Menunda-nunda adalah suatu kebiasaan buruk yang sering kali berbuntut panjang. Alkitab mengajarkan kita agar jangan suka menunda-nunda. Perikop hari ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan memperbaiki kesalahan yang kita perbuat (ay. 1-5), dan tentang bekerja (ay. 9-11). Di situ dikatakan bahwa kalau kita telanjur berbuat kesalahan, hendaknya kita segera mencari solusi untuk memperbaiki kesalahan kita. Hendaknya kita juga jangan suka menunda-nunda dalam melakukan pekerjaan kita agar kita terhindar dari kemiskinan dan kegagalan.

Secara praktis, bagi yang sedang bersekolah, belajarlah dari sekarang tanpa harus menunggu ujian mendekat. Bagi yang bekerja, kerjakanlah semua tugas tanpa harus menunggu tenggat waktu mendekat. Dan bagi kita semua, kerjakanlah sekarang juga apa yang bisa kita kerjakan saat ini. --Alison Subiantoro/Renungan Harian
    
JANGAN MEMBIASAKAN DIRI MENUNDA-NUNDA TUGAS; KERJAKAN SEKARANG JUGA APA YANG BISA KITA KERJAKAN SAAT INI.

SAMPAIKANLAH! SERUKANLAH

Bacaan : Yunus 3:1-10
Setahun: Daniel 4- 6               Nats       :
"... sampaikanlah kepadanya seruan yang Kufirmankan kepadamu... 'Empat puluh hari lagi, maka Niniwe akan ditunggangbalikkan.'" (Yunus 3:2, 4)

Untuk kedua kalinya, Nabi Yunus dipanggil Tuhan untuk menyerukan Firman-Nya kepada Niniwe. Tuhan akan menghukum mereka karena kejahatan yang mereka perbuat. Pasti tidak mudah menyampaikan berita yang buruk kepada masyarakat yang sedang dilanda euforia pemuasan nafsu dan tindak kejahatan. Belum tentu orang mau menerima peringatan itu dengan lapang dada, apalagi berterima kasih pada sang utusan. Yang sudah terbayang di depan mata kerap kali adalah munculnya ejekan, hujatan, bahkan tuduhan sebagai ekstrimis keagamaan.

Namun, Tuhan hanya meminta Yunus untuk taat, dengan menyampaikan berita hukuman yang keras itu kepada penduduk Niniwe. Tuhan memintanya menyampaikan hal itu tanpa harus memolesnya menjadi berita yang halus dan menyenangkan, agar mudah diterima. Apakah Niniwe akan menerima atau menolaknya, itu bukan urusan Yunus. Kewajiban Yunus adalah setia pada panggilan Tuhan yang ditaruh di bahunya.

Perintah dan panggilan seperti ini masih terus ditugaskan kepada kita selaku murid Kristus. Kita telah diselamatkan dari dunia yang penuh dosa. Kita diutus ke dalam dunia, agar setia menjadi saksi-Nya (Yun 3:2-4, bdk. Mat 28:19-20). Dengan membawa berita penting yaitu: dunia dengan segala isinya pasti akan lenyap karena dosa yang diperbuatnya (2 Pet 3:10). Namun Kristus telah menebusnya dengan mati di atas kayu salib. Dan, menganugerahkan keselamatan bagi setiap orang yang mau menerima-Nya (Yoh 3:16-18). Bersediakah Anda memikul tugas ini dengan setia?                            --Susanto/Renungan Harian

TUHAN MENGHARGAI KESETIAAN ANDA
AKAN PANGGILAN-NYA, BUKAN HASILNYA.

TAK MENONJOLKAN DIRI

Bacaan: Lukas 3:15-20
Setahun: Yeh 46-48
Nats       : Yohanes menjawab dan berkata kepada semua orang itu, "Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia yang lebih berkuasa daripada aku akan datang dan membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak.... (Lukas 3:16)

Saya ingin populer dan dikenal banyak orang. Karena itu saya sering memperkenalkan diri sebagai seorang penulis dengan pencapaian yang sudah saya raih. Tetapi, setiap saya selesai melakukannya ada rasa tertuduh. Kadang-kadang saya jadi malu sendiri dan menanggung rasa bersalah yang mendalam. Lalu, saya memutuskan untuk tidak melakukannya, tetapi masih juga terjebak dan jatuh ke dalam lubang yang sama. Itulah kecenderungan kita sebagai manusia. Selalu ingin menonjolkan diri, populer, dan diakui banyak orang.

Karena itu, kita perlu belajar dari Yohanes Pembaptis. Ia begitu populer hingga banyak orang berbondong-bondong datang kepadanya untuk dibaptis. Orang banyak menyangka bahwa dialah Mesias. Ia disanjung dan dikagumi oleh banyak orang. Kebesarannya juga diakui oleh Yesus, "Di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak pernah tampil seorang yang lebih besar daripada Yohanes Pembaptis" (Mat 11:11).

Namun, lihatlah respons Yohanes, "Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia yang lebih berkuasa dari padaku akan datang dan membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak." Yohanes sebenarnya punya kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari kepopulerannya itu. Tetapi, ia justru melakukan yang sebaliknya. Ia memandang dirinya lebih rendah dari budak yang paling rendah--budak bukan Yahudi. Hanya budak bukan Yahudi yang disuruh membuka tali kasut tuannya. Lalu, kita yang tidak sebesar Yohanes, layakkah kita menonjolkan diri?                --Piter Randan Bua/Renungan Harian

MENONJOLKAN DIRI TAK AKAN MEMBAWA KITA PADA KEMULIAAN, MELAINKAN AKAN MENGUBURKAN KITA DALAM KETERASINGAN.

KETIKA TERSADAR

Bacaan   : Lukas 15:11-32
Setahun : Yehez 43-45
Nas       : Lalu ia menyadari keadaannya. (Lukas 15:17)

Di ruang praktik seorang dokter, ada poster dengan tulisan, "Good health is a golden crown on every man's head no body see it but the sick man." Kesehatan yang baik sangatlah berharga. Tetapi, orang tak sedikit pun melihat atau mengakuinya, apalagi menghargai dan mensyukurinya. Orang baru menyadari betapa berharganya kesehatan ketika ia sakit. Persis begitulah Si Bungsu. Merasa di rumah bapanya tiada hal yang menyenangkan, ia memilih pergi. Belakangan, ketika di rantau derita menderanya, barulah ia menyadari betapa membahagiakan rumah bapanya. "Lalu ia menyadari keadaannya" (ay. 17).

Si Bungsu adalah kita. Tuhan menganugerahkan berlimpah hal yang berharga. Tetapi, kita tidak menyadarinya, tidak menggubrisnya, tidak mengakuinya, tidak mensyukurinya. Bahkan--seperti Si Bungsu--kita merendahkannya, dan baru mengakui betapa berharga semuanya itu ketika anugerah itu entah bagaimana diambil dari kita.

Demikianlah. Ketika sakit, barulah kita menyadari betapa bernilainya kesehatan. Ketika berjauhan, barulah kita menyadari indahnya kebersamaan. Ketika terkucil, barulah kita melihat betapa berartinya orang lain. Ketika perselingkuhan meluluhlantakkan keluarga, barulah kita mengakui betapa kesetiaan itu membahagiakan. Ketika peluang untuk mengasihi tak lagi ada, barulah kita menyadari betapa berharga kesempatan yang selama ini tersia-siakan. Alangkah membahagiakan hati jika kita menyadari dan mensyukuri pemberian-Nya sejak sekarang, dan tidak menunggu deraan keadaan seperti Si Bungsu. --Eko Elliarso/Renungan Harian

BERBAHAGIALAH MEREKA YANG MENGAKUI BETAPA BERHARGANYA CAHAYA MENTARI,
DAN MENSYUKURINYA TANPA MENUNGGU AWAN KELAM DATANG MENUTUPI LANGIT.

TAK JEMU MEMINTA

Bacaan: Lukas 18:1-8
Setahun: Yehez 40-42
Nats      : Namun karena janda ini menyusahkan aku, baiklah aku membenarkan dia, supaya jangan terus saja ia datang dan akhirnya menyerang aku. (Lukas 18:5)

Dari alam, kita bisa belajar banyak hal. Stalaktit dan stalakmit di dalam gua terbentuk dari tetesan air di pegunungan kapur yang berlangsung ratusan bahkan ribuan tahun. Batu karang kokoh di pinggir pantai dapat pecah oleh deburan ombak yang terus menerus selama berpuluh-puluh tahun. Alam mengajar kita untuk tekun, setia, dan pantang menyerah saat menghadapi tantangan hidup. Semua hal yang baik dan indah di alam ini adalah proses dari perkembangan alam yang tiada henti.

Begitu pun dalam hal berdoa, Yesus menegaskan agar setiap orang percaya berdoa dengan tidak jemu-jemu. Apa yang diceritakan Yesus, yakni seorang hakim yang lalim yang pada akhirnya mengabulkan permohonan janda itu memberi gambaran soal ketekunan ini. Hakim yang lalim itu mengakui bahwa kegigihan janda itu sangat menyusahkannya dan karena alasan itulah permintaan itu dikabulkannya. Yesus meminta setiap pengikut-Nya memperhatikan benar perkataan hakim yang lalim itu.

Allah kita penuh belas kasihan! Tidak seperti hakim yang lalim itu, Allah tidak merasa terganggu saat mendengarkan doa kita. Seperti janda itu, mungkin kita tidak mendapatkan jawabannya saat itu juga, ada jeda waktu yang cukup panjang, namun ia tidak berhenti memohon. Itulah iman! Ia yakin bahwa Allah tidak terus membiarkan umat-Nya yang siang malam memohon kepada-Nya.

Apakah kita mulai menyerah dalam berdoa? Kiranya kegigihan janda ini membangkitkan kembali hasrat kita untuk berdoa dan bergantung kepada Allah, Raja yang penuh belas kasihan itu.                  --Samuel Yudi Susanto/Renungan Harian

BERDOALAH KEPADA ALLAH DENGAN TEKUN, DAN PERCAYA AKAN BELAS KASIHAN-NYA.

JIWA ATAU HARTA

Bacaan : Yunus 4:6-11
Setahun: Yehezkiel 33-36
Nats       : Tetapi berfirmanlah Allah kepada Yunus: "Layakkah engkau marah karena pohon jarak itu?" Jawabnya: "Selayaknyalah aku marah sampai mati." (Yunus 4:9)

Kakak-beradik bertengkar memperebutkan perusahaan keluarga. Si kakak merasa dicurangi adiknya. Dengan menggunakan pengacara, dan preman, ia berhasil memenjarakan adiknya, padahal sang kakak aktivis gereja. Ketika adiknya memohon pengampunan, sang kakak bergeming. Ia ingin memberi pelajaran seberat-beratnya pada adiknya.

Nabi Yunus, yang membenci Niniwe, merefleksikan kegagalan sikap banyak orang Kristiani. Yunus tidak memiliki apa pun sebagai tempat bersandar, namun dalam semalam Allah menumbuhkan sebatang pohon jarak, agar ia dapat berteduh dari teriknya matahari yang menerpa hidupnya. Namun, atas penentuan Allah pohon itu mati. Dan Yunus sangat marah kepada Allah.

Allah menggunakan pohon jarak dan angin timur yang panas terik (Yun. 4:6-9) untuk menyatakan maksud-Nya. Dia hendak menunjukkan kontras dari sikap hidup Yunus yang mementingkan kesejahteraan jasmani sendiri dan tak peduli akan nasib Niniwe yang sedang menuju kebinasaan. Yunus lebih memperhatikan kenyamanan jasmani sendiri daripada kehendak Allah bagi bangsa yang terhilang itu.

Tidak jarang hidup kita tak berbeda jauh dari nabi Yunus. Kita lebih mengejar berkat jasmani untuk menopang kenyamanan hidup di dunia yang sementara daripada panggilan sebagai saksi Kristus, untuk menjangkau banyak jiwa yang sedang menuju kebinasaan di sekitar kita. Mari kita bertobat ulang, dan kembali pada prioritas hidup Kristiani yang benar. Hargailah apa yang dihargai Allah sebab kita adalah anak-anak-Nya.                               --Susanto/Renungan Harian
    
APA GUNANYA KITA MEMPEROLEH SELURUH DUNIA, NAMUN TIDAK PEDULI ORANG DI SEKITAR KITA BINASA?

UTANG DAN PENGAMPUNAN

Bacaan : Matius 6:5-14
Setahun: Yehezkiel 29-32
Nats      : Ampunilah kami dari kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami. (Matius 6:12)

Ini doa yang sulit! Dalam terjemahan versi New International Version (NIV), kata yang dipakai untuk "kesalahan" adalah debt, sedangkan frasa "orang-orang yang bersalah kepada kami" diterjemahkan our debtors. Nah, debt itu secara harfiah berarti utang. Jadi debtors adalah orang-orang yang berutang. Bila terjemahan NIV ini diikuti, ayat 12 jadi berbunyi, "Hapuskanlah utang kami, sama seperti kami menghapuskan utang semua orang yang berutang kepada kami." Nah, bagaimana?

Kita sering hanya mau menerima penghapusan utang, tetapi agak kurang senang menghapuskan utang orang. Apalagi kalau utang orang itu dapat kita manfaatkan sebagai senjata untuk "menguasai" dirinya. Demikian pula bila kita menerapkannya untuk dosa dan kesalahan. Kita cenderung lebih gampang meminta Tuhan mengampuni dosa dan kesalahan kita daripada kita sendiri bertindak seperti Tuhan.

Kita perlu melihatnya dalam terang kemuliaan Allah. Tuhan Yesus hendak menyadarkan kita, bahwa mengampuni orang lain bukan terutama soal kehebatan pribadi, namun yang inti adalah soal memuliakan Tuhan. Bahkan konsekuensi timbangannya agak dibalik oleh Tuhan. Biasanya, kita mengampuni karena telah diampuni. Kali ini: Kita baru layak diampuni, dihapuskan "utang" kita, bila kita terlebih dahulu mengampuni dan menghapuskan "utang" orang lain. Berat? Ya. Memang tidak ringan. Tetapi di dalam hal yang tak gampang inilah justru terletak nilai kemuliaan Allah dalam hidup manusiawi kita.           --Daniel K. Listijabudi/Renungan Harian
    
TUHAN, AJARI KAMI UNTUK MENGAMPUNI SEBAGAIMANA KAMI INGIN DIAMPUNI.

3 PUDING 1 LILIN

Bacaan : Matius 24:1-14
Setahun: Yehezkiel 25-28
Nats      : Karena kedurhakaan makin bertambah, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin. (Matius 24:12)

Koko, bukan nama sebenarnya, terlihat sumringah menerima kejutan dari rekan-rekan kerjanya tepat pada hari ulang tahunnya. Belasan orang masuk ke ruangannya dan salah satu rekan terlihat membawa piring kecil berisi tiga puding dan satu lilin yang menyala. Tindakan yang sederhana, tetapi dilakukan dengan sepenuh hati ini sangat menyentuh hati Koko. Ia merasakan bahwa rekan-rekannya mengasihinya, berbeda dari kondisi di tempat kerja sebelumnya.

Tindakan sederhana seperti merayakan ulang tahun rekan kerja mungkin terlihat sepele dan tidak begitu berarti. Namun, di tengah kondisi zaman yang semakin berpusat pada diri sendiri dan diwarnai banyak kejahatan, tindakan kasih sederhana bisa sangat berarti. Alkitab mengingatkan bahwa kasih kita bisa jadi menjadi dingin. Ada kebekuan dalam hati yang menahan banyak orang untuk melakukan kebaikan, memberi perhatian, atau berbagi sukacita dengan orang lain yang sedang bersukacita. Gejala semacam ini cukup jelas dan mudah terlihat dalam kehidupan sehari-hari.

Kebekuan dalam hati dapat kembali menjadi hangat ketika kasih Tuhan mengalir dalam hati. Ketika kasih itu dialirkan lagi kepada sesama, lewat kuasa Roh Kudus yang turut bekerja di dalamnya, niscaya dapat melembutkan hati orang-orang yang menerima kasih yang kita berikan. Nah, jika saat ini kita merasa kondisi hati kita cenderung membeku, mintalah agar kasih Tuhan memenuhi hati kita, sebelum kita alirkan untuk mencairkan hati-hati yang beku di sekitar kita.                                            --Go Hok Jin/Renungan Harian
    
TAK ADA KEBEKUAN HATI YANG TERLALU KERAS UNTUK DIHANGATKAN DAN DICAIRKAN OLEH KASIH TUHAN.

TAK PERNAH GAGAL

Bacaan: Ayub 42:1-6
Setahun: Yehez 20-21
Nats       : Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal. (Ayub 42:2)

Di sebuah mal, saya melihat seorang anak merengek minta dibelikan mainan. Ibunya acuh tak acuh meskipun anak itu terus menarik-narik baju ibunya. Karena tak diladeni, anak itu berpaling merayu ayahnya.

Kita pun sering berlaku demikian. Ketika keinginan kita tidak dikabulkan, kita akan mencari orang terdekat lainnya untuk memenuhi keinginan itu. Dan, kita menganggap pengabulan permintaan kita sebagai bentuk kasih orang itu.

Pola yang sama kita pakai untuk menggambarkan relasi kita dengan Tuhan. Ketika Tuhan mengabulkan permintaan kita, kita menganggap Tuhan Maha Pengasih. Sebaliknya, ketika Tuhan menolak permintaan kita, kita beranggapan Tuhan begitu kejam.

Pola relasi kita dengan sesama manusia kita kenakan pada Tuhan. Kita menuntut pertanggungjawaban Tuhan dan memaksa Tuhan memberikan penjelasan yang dapat dipahami logika atas semua persoalan yang menimpa kita. Padahal, Tuhan berhak memberikan jawaban sesuai dengan cara waktu-Nya atau tidak menjawab sama sekali. Maka, tidak mengherankan ketika datang masalah, kita gampang menyerah, cengeng, hilang harapan, lalu protes, dan menjauhi Tuhan.

Berbeda dengan Ayub yang mengerti tentang konsep ketaatan pada Tuhan dan menjalankannya. Tuhan memberi ujian pada Ayub karena Tuhan tahu batas kemampuan Ayub dan yakin Ayub tidak akan menyangkali-Nya. Terbukti, Ayub berhasil menjalani ujian iman tersebut. Jadilah seperti Ayub yang taat dan mengimani bahwa Tuhan sanggup melakukan segala sesuatu dan tidak pernah gagal.                        --Jacqualine Bunga/Renungan Harian

KETIKA KITA MENYAMAKAN SIKAP TUHAN DENGAN SIKAP MANUSIA, KITA AKAN MENJADI KECEWA KARENA TIDAK MEMAHAMI KARAKTER SEJATI TUHAN.

TEGNOLOGI

Bacaan: Kejadian 2:8-17
Setahun: Yehez 17-19
Nats      : TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu. (Kejadian 2:15)

Kalau kita melihat sekeliling kita, segala sesuatunya adalah buah teknologi. Makanan, pakaian, rumah, kendaraan, komputer, telepon, bahkan Renungan Harian ini. Betapa hidup kita bergantung dan dibuat nyaman oleh teknologi.

Di sisi lain, kemajuan teknologi juga dapat berdampak buruk. Kerusakan alam, narkoba, peperangan, pornografi. Teknologi juga bisa membuat orang jadi tidak lagi mau percaya kepada Tuhan.

Namun, bagaimana kata Alkitab tentang teknologi? Kalau kita membaca perikop hari ini, kita temukan bahwa tampaknya sejak awal teknologi sudah ada dalam rancangan Tuhan untuk manusia. Adam diberi tugas untuk mengusahakan taman Eden, termasuk emas di sana (ay. 11-12). Sebagai manusia, Adam tentu akan membutuhkan alat-alat untuk mengerjakan tugas ini. Sulit dibayangkan mengerjakan itu semua hanya dengan tangannya. Dengan demikian, tampaknya sejak semula manusia sudah punya potensi untuk mengembangkan teknologi. Namun, dosa membuat kita jadi sering memakai teknologi untuk hal-hal yang buruk.

Pemahaman ini meyakinkan kita untuk terlibat dalam kemajuan teknologi dan menikmati buahnya. Tetapi, kita pun harus ingat bahwa karena dosa, banyak potensi buruk dari teknologi yang harus kita waspadai. Sehingga kita perlu bergandengan tangan dengan berbagai pihak, termasuk aparat pemerintah, untuk ikut mengurangi dampak buruknya. Atau setidaknya, dengan menjaga keluarga kita, terutama anak-anak, dari akibat negatif teknologi. --Alison Subiantoro/Renungan Harian

KEMAJUAN TEKNOLOGI PERLU KITA DORONG, BEBAS KITA NIKMATI,
DAN HARUS KITA AWASI PENGGUNAANNYA

TAMBA ATI

Bacaan: Mazmur 65
Setahun: Yehezkiel 14-16
Nats      : "Kiranya kami menjadi kenyang dengan segala yang baik di rumah-Mu, di bait-Mu yang kudus." (Maz 65:5)

Di dinding depan bangunan itu tertera tulisan "Mushala Tamba Ati". Kata tamba (bhs. Jawa) berarti obat, dan ati berarti: pusat kesadaran, pusat kehidupan, bahkan jiwa. Rupanya, mushala itu diharapkan dapat menjadi tempat pengobat hati, pengobat jiwa, pengobat kehidupan.

Memang, "Tamba Ati" adalah nama mushala. Tetapi, mari kita renungi! Bukankah memang demikianlah seharusnya fungsi semua rumah ibadah tanpa kecuali: menjadi tempat di mana orang menemukan obat yang menyembuhkan hati dan jiwa, dan bukan yang lain? Bukankah "menjadi kenyang dengan segala yang baik di rumah-Mu" (Mazmur 65:5) berarti bahwa di rumah Tuhan itu jiwa kita disembuhkan? Ketika putus asa melanda, di rumah-Nya kita berjumpa dengan Sang Sumber Harapan. Ketika hedonisme mencengkeram jiwa, kita berjumpa dengan Sang Mahakudus yang mendorong kita memperjuangkan kekudusan hidup. Ketika kita dibakar amarah, di rumah penyembuh jiwa itu pengampunan Tuhan nan sejuk menyiram padam bara amarah kita. Ketika sikap diskriminatif merajai pikiran, di sana kita berjumpa dengan Allah yang merangkul semua orang tanpa kecuali.

Memang, permohonan "Kiranya kami..." menyimpan pengakuan bahwa ada kalanya, orang datang ke rumah Tuhan bukan untuk "menjadi kenyang dengan segala yang baik", melainkan untuk sesuatu yang lain.

Maka, pertanyaannya, apakah yang sesungguhnya kita cari di rumah Tuhan itu? "Jawabnya tertiup di angin lalu, " kata Bimbo. --Eko Elliarso/Renungan Harian

BAGAI PANCURAN BENING JERNIH, RUMAH PENYEMBUH JIWA ITU TELAH TERSEDIA.
APAKAH KITA KE SANA UNTUK MEMBASUH DIRI, ITU PERSOALAN TERSENDIRI.

MENOLAK LUPA

Bacaan: Ulangan 4:1-20
Setahun: Yehezkiel 10-13
Nats      : Tetapi waspadalah dan berhati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan hal-hal yang dilihat oleh matamu sendiri itu, dan supaya jan/gan semuanya itu hilang dari ingatanmu seumur hidupmu. Beritahukanlah (Ul  4:9)

MENOLAK LUPA

Dalam perjalanan hidup kita mungkin ada peristiwa masa lalu yang sulit untuk dilupakan. Bisa jadi itu pengalaman yang pahit dan sekaligus telah memberikan pelajaran hidup yang begitu berharga. Peristiwa tak terlupakan itu ibarat monumen sejarah atau tugu peringatan, dan kita berharap tidak perlu mengulanginya kembali. Kita pun menceritakan pengalaman itu kepada anak dan cucu, kiranya dapat menghindarkan mereka dari mengalami peristiwa pahit itu.

Peristiwa di Baal-Peor tentu akan terus membekas di hati bangsa Israel. Ya, Allah mengirimkan tulah dan membinasakan dua puluh empat ribu orang Israel (Bil 25:9). Peristiwa pahit itu terjadi karena mereka berzinah dengan perempuan Moab dan menyembah berhala bangsa asing itu. Allah pun murka dan menimpakan tulah yang mengerikan. Melalui Musa, Allah mengingatkan orang Israel yang terluput dari tulah itu untuk selalu mengingat peristiwa itu, bahkan menceritakannya turun-temurun kepada anak, cucu, dan cicit mereka. Allah menghendaki agar umat Israel "menolak lupa" terhadap peristiwa yang memilukan itu.

Kita mungkin mengalami sebuah peristiwa memilukan pada masa lalu. Mungkin hal itu terjadi karena kesalahan kita. Bijaksana juga jika kita menolak lupa pada beberapa peristiwa pahit atau memilukan itu, dan membagikan pelajaran yang kita terima dari peristiwa itu pada orang lain. Peristiwa itu dapat mengajarkan kepada kita untuk selalu hidup berpaut kepada Allah dan tidak berpaling dari firman-Nya.                             --Samuel Yudi Susanto/Renungan Harian

BEBERAPA PERISTIWA PAHIT MASA LALU MASIH PERLU DIINGAT,
SUPAYA KITA TIDAK TERSANDUNG PADA KESALAHAN YANG SAMA.

MEMBUKTIKAN IMAN

Bacaan : Yakobus 2:14-26
Setahun: Ratapan 1-2
Nats      : Apa gunanya, Saudara-saudaraku, jika seseorang mengatakan bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? (Yakobus 2:14)

Mother Teresa terpanggil melayani sebagai biarawati di India. Pada 1946 ia merasakan panggilan lain, "panggilan dalam sebuah panggilan", yaitu tinggal di antara yang kaum termiskin dari orang-orang miskin di Kalkuta dan memberikan pelayanan cuma-cuma kepada mereka. Ia mendirikan rumah untuk mereka yang sekarat dan yatim piatu, tempat perawatan bagi penderita kusta, pusat medis dan rumah perlindungan bagi tunawisma. "Mother Teresa mencari mereka yang kurang beruntung agar mereka, di atas segalanya, boleh dikuatkan... dikuatkan oleh kasih Yesus, " tulis Sam Wellman.

Iman itu harus disertai perbuatan. Sebab jika tidak demikian, hal itu bukanlah iman. Iman seseorang terlihat dari perbuatannya. Perbuatan yang melakukan kehendak Allah, antara lain mengasihi semua orang tanpa memandang muka. Mereka yang setia mengunjungi gereja atau mengaku beriman dan mengasihi Tuhan, tetapi menghina atau tidak peduli pada mereka yang miskin, dalam Alkitab disebut sebagai memiliki iman yang mati.

Kita sebagai orang yang dipanggil beriman kepada-Nya, apakah perbuatan kita membuktikan iman kita? Apakah kita cukup berbela rasa kepada semua orang? Kenyataannya, kita hanya berbela rasa kepada mereka yang mendatangkan "keuntungan" bagi kita. Ketahuilah itu bukanlah iman yang sejati. Iman yang sejati bukan hanya terwujud dalam kesetiaan bergereja, .berdoa, bersekutu, atau membaca Alkitab, melainkan juga terwujud dalam sikap berbela rasa, berbuat baik, dan mengasihi semua orang. --Piter Randan Bua/Renungan Harian
    
IMAN ITU BUKAN SEKADAR UNTUK KESELAMATAN PRIBADI, MELAINKAN DIWUJUDKAN PULA MENJADI BERKAT BAGI SESAMA.

PEMBERI PENGHARAPAN

Bacaan: Mazmur 46:2-4
Setahun: Yeremia 51-52
Nats      : Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti. (Mazmur 46:2)

Anda dan saya tentu pernah mengalami masalah. Mulai masalah keluarga, masalah di tempat kerja, masalah dengan lingkungan tempat tinggal, masalah keuangan, sampai masalah asmara. Semua persoalan tersebut tak pelak membuat kita stres, putus asa, kehilangan harga diri, kesepian, susah tidur, lalu sakit baik secara fisik maupun psikis.

Lalu, apa yang kita dapatkan dari semua perasaan yang tak berpengharapan itu? Tidak ada, bukan? Sebenarnya masa-masa sulit yang kita alami adalah hal wajar. Karena itu, tak perlu terlalu risau. Akan sangat bijak jika kita mencari tahu sumber masalah, lalu menemukan solusinya bersama Tuhan. Tuhan bisa saja memakai saudara yang dituakan, teman yang bisa dipercaya, atau seorang psikolog untuk membantu memberi pandangan tentang masalah kita. Jangan sepelekan orang-orang di sekeliling kita, karena bisa jadi melalui merekalah Tuhan menunjukkan jalan keluar.

Jika saat ini kita kurang bergairah dan hilang harapan, condongkanlah harapan kita hanya pada sang Pemberi Pengharapan sejati. Berhentilah mengasihani diri sendiri, bangun dan tataplah masa depan. Tuhan akan membantu kita melanjutkan perjalanan hidup dengan harapan yang baru. Tidak berpengharapan hanyalah milik orang-orang yang tidak yakin akan campur tangan Tuhan. Tuhan telah menjaga Anda dan saya hingga hari ini. Bukankah itu sangat luar biasa? Allah adalah tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti.                                --Jacqualine Bunga/Renungan Harian

TIDAK BERPENGHARAPAN HANYALAH MILIK ORANG-ORANG
YANG TIDAK YAKIN AKAN CAMPUR TANGAN TUHAN.

HAMBATAN MENTAL

Bacaan : 1 Tim 1:12-17
Setahun: Yeremia 49-50
Nats       : Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya, "Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa, " dan di antara mereka akulah yang paling berdosa.          (1 Timotius 1:15)

Seekor gajah sirkus patuh pada pawangnya. Ia mengangkat kedua kaki depan, menendang bola, berguling-guling, juga memijit si pawang. Ia tidak memberontak sekalipun tidak ada tali yang mengikatnya. Kalau ia mau menolak, tentu bukan hal sulit baginya. Cukup dengan melilitkan belalainya, manusia pasti kalah. Tetapi, ia tidak melakukannya karena telah dilatih untuk tidak melepaskan diri.

Pikiran kita dapat terhambat secara psikologis. Hambatan ini dapat muncul dari pengalaman hidup atau pergaulan yang keliru, trauma masa lalu, luka batin, pengalaman buruk pada masa kecil, cara pandang yang keliru, atau pembelajaran dan pendidikan yang tidak tepat. Kemunculannya bisa berupa kecanggungan bertindak, kesulitan berbicara, kesulitan mengaktualisasikan diri, juga dalam bentuk sindroma rendah diri.

Hambatan serupa juga bisa terjadi dalam kehidupan rohani. Masa lalu yang kelam sering membuat kita merasa tak layak di hadapan Tuhan sekalipun kita sudah bertobat. Iman kita jadi sulit bertumbuh. Kita perlu belajar dari Paulus yang oleh imannya kepada Tuhan menjadi bebas dari hambatan mental. Ia mengakui latar belakang hidupnya yang kelabu karena pernah menjadi penganiaya jemaat Allah. Tetapi Paulus juga mengakui bahwa Yesus Kristus menguatkannya, menganggapnya setia, dan memberi kepercayaan untuk terlibat dalam pelayanan. Paulus mengakui bahwa Yesus mengasihinya sebagai orang yang paling berdosa dan telah menunjukkan kesabaran-Nya. Bagaimana dengan kita? --Endang B. Lestari/Renungan Harian
    
TERUS MENGINGAT DOSA MASA LALU SETELAH BERTOBAT SAMA HALNYA MENGANGGAP SEPI KEMURAHAN ALLAH.

JENGAN MENAHAN KEBAIKAN

Bacaan : Matius 5:13-16
Setahun: Yeremia 45-48
Nats       : Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. (Matius 5:13)

Konon di Sidon, Lebanon Selatan, ada seorang pedagang yang menimbun garam di dalam puluhan gudang. Timbunan garam itu ditumpuk menggunung di atas tanah tanpa alas apa pun. Setelah bertahun-tahun, garam yang disimpan di dalam gudang itu rusak semua. Kelembaban telah memisahkan natrium dari klorida, dan itu menyebabkan garam tidak lagi asin. Kejadian itu menunjukkan bahwa ternyata garam bisa menjadi tawar, tidak lagi memberi kebaikan kepada manusia.

Kisah di Sidon itu mengajarkan satu prinsip penting: Jangan menahan kebaikan. Yesus menyamakan kita dengan garam. Dia tahu, seperti garam yang memberikan kebaikan, kita adalah pribadi yang dirancang Tuhan untuk kebaikan. "Takdir" kita adalah menggarami kehidupan ini dengan berbuat baik. Namun, kebaikan akan rusak bila terus-menerus disekap dalam sikap hati yang mementingkan diri sendiri.

Ketika hasrat mementingkan diri sendiri begitu kuat, kita cenderung menampik orang lain. Kita menahan kebaikan untuk merahmati orang lain. Kita membentangkan jarak, dan orang-orang akan menjauh dari kita. Anehnya, suatu hari justru kita yang merasa telah ditinggalkan, diabaikan, tidak dibutuhkan, dan bukan siapa-siapa bagi orang lain. Saat itulah kita akan merasa seperti garam yang tawar, tidak berguna lagi selain dibuang dan diinjak orang di jalan. Mari merenungkan sikap hati kita, segeralah bertindak: Jangan lagi menahan kebaikan Anda, untuk alasan apa pun.                                            --Agus Santosa/Renungan Harian
    
JANGAN MENAMPIK UNTUK MENJADI SEBUTIR GARAM YANG ME-RAHMATI ORANG-ORANG DI SEKITAR ANDA.

KUASA DOA

Bacaan : Efesus 6:10-20
Setahun: Yeremia 41-44
Nats      : Dengan segala doa dan permohonan, berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk semua orang kudus... (Efesus 6:18-20)

Seorang sahabat saya di Jawa Timur, Tanto (bukan nama sebenarnya), dijebloskan ke penjara dengan tuduhan penistaan agama. Ia tahu dirinya tidak bersalah dan memohon Tuhan membebaskannya. Kemudian ia mendengar bisikan di hatinya, "Engkau pernah berjanji akan melakukan apa pun bagi-Ku, bukan?" Tanto tersentak. Ia menangis dan menyembah Tuhan, "Tuhan aku bersungguh-sungguh." Sejak saat itu ia tak menangisi nasibnya lagi, melainkan bersama teman-temannya bersaksi di penjara, mengajar para tahanan. Mereka sangat dipercaya oleh para sipir. Tuhan mengizinkannya masuk penjara untuk memberinya ladang misi yang baru. Tanto dipenjara 6 tahun tanpa dakwaan yang jelas hanya karena hakim berpikir ia malah akan tidak aman bila berada di luar penjara.

Ketika melayani Tuhan, tentu kita tidak berharap mengalami penderitaan. Kebanyakan kita ingin hidup dengan iman minus penganiayaan. Namun yang terjadi justru sering sebaliknya. Kita kecewa karena tidak diperhitungkan oleh atasan. Kita tidak dipandang dalam acara sosial. Kita merasa tidak berarti. Merasa dihianati dan dibuang.

Kalau kita mengalami kesulitan hidup sebagai konsekuensi iman, Paulus menasihatkan agar kita terus mencari Tuhan dalam doa dan penyerahan diri. Saat melakukannya, kita akan mendapati bahwa doa dapat mengubah cara pandang kita. Kita akan melihat peluang untuk maju. Kita menerima pengharapan dan janji di tengah kesengsaraan: walaupun tampak tidak adil, semua yang kita alami merupakan bagian dari rencana-Nya.                      --Piter Randan Bua/Renungan Harian
    
MENCARI WAJAH TUHAN AKAN MENGUBAH CARA PANDANG KITA ATAS UJIAN, MEMBANGKITKAN SEMANGAT DAN PENGHARAPAN KITA DALAM MENJALANINYA.

GELISAH

Bacaan : Amos 6:1-8
Setahun: Yeremia 37-40
Nats       : Hai kamu... yang minum anggur dari bokor... tetapi tidak berduka karena hancurnya keturunan Yusuf! (Amos 6:6)

Kegelisahan biasa dianggap negatif. Jika pasien ICU gelisah, petugas medis mewaspadai kemungkinan buruk. Ketika peserta ujian gelisah, para pengawas mewaspadai kemungkinan penyontekan. Jika penonton konser heavy metal gelisah, petugas keamanan menyiapkan langkah darurat. Pada beberapa bagian Alkitab, kegelisahan juga dianggap sebagai manifestasi kelemahan. Ayub 14:1, Mazmur 42:6, dan Yesaya 21:4 adalah contoh tentang itu.

Tetapi, Amos 6:1-6 sangatlah berbeda. Elite Israel dikecam keras karena ketika rakyat megap-megap terimpit kesulitan hidup, mereka tenang-tenang saja, malahan terus berpesta. Ketika kedamaian tergusur angkara, mereka sama sekali tidak gelisah. Kaum elite Israel ditegur justru karena mereka tidak gelisah.

Amos berbicara tentang kegelisahan yang merupakan wujud kepekaan spiritual: kegelisahan yang mengemuka tiap kali kebaikan didesak kemungkaran, kegelisahan yang menyeruak ketika prinsip-prinsip moral dikhianati, kegelisahan yang lahir dari kesadaran tentang yang baik, kegelisahan sebagai manifestasi hati yang mengenal kebenaran.

Memang, jika petaka menimpa sesama, dan kita tenang-tenang saja, baik-baik sajakah nurani kita? Jika damai tidak kebagian tempat dalam hidup, dan kita tak terusik, tidak tumpulkah hati kita? Jika kehidupan dirasuki penolakan terhadap sesama, dan kita tidak resah karenanya, bereskah iman kita? Jika pertolongan yang mendesak tak kunjung terealisasikan, dan kita tidak gelisah, benarkah ada cinta dalam hati kita? Apakah Anda (kadang-kadang) juga gelisah?                                               --Eko Elliarso/Renungan Harian
    
JIKA KEMUNGKARAN MERAJAI KEHIDUPAN DAN KITA SAMA SEKALI TAK GELISAH, KEBENARAN TELAH PERGI DARI HATI KITA.

GAWAT DARURAT

Bacaan : Yunus 3:1-10
Setahun: Yeremia 32-33
Nats       : "Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu dan sampaikanlah kepadanya seruan yang Kufirmankan kepadamu" (Yunus 3:2)

Bisa dibayangkan betapa lelahnya Yunus. Baru saja ia dimuntahkan dari perut ikan besar yang menelannya selama 3 hari 3 malam. Ia bergumul hebat menyelaraskan keinginannya dengan keinginan Allah. Seolah-olah tanpa jeda, Allah langsung memintanya: "Bangunlah! Pergilah! Serukanlah Firman-Ku kepada Niniwe!"

Mengapa Tuhan yang Mahasabar dan Maha Pemurah itu, seolah-olah menjadi tidak sabar dengan tergesa-gesa meminta Yunus ke Niniwe? Allah tampaknya tak ingin Yunus bermanja-manja dan terlena menikmati mukjizat keselamatan yang baru dialaminya. Ia harus sadar bahwa tujuan Allah menyelamatkannya dari bencana adalah agar ia pergi dan menyaksikan kemurahan Allah kepada Niniwe.

Niniwe sendiri kota yang mengagumkan besarnya (ay. 3), dihuni lebih dari 120.000 orang (4:11). Kondisi kejahatan Niniwe sudah sampai pada puncaknya (1:2). Jika dosa Niniwe yang amat besar tidak segera dihentikan, kota itu akan hancur akibat dosanya. Sebab, waktu yang tersedia tak banyak lagi, tinggal 40 hari (ay. 4). Niniwe pasti menyadari kejahatannya, tetapi tidak menyadari konsekuensinya. Bahwa kejahatan akan berakhir pada kemusnahan peradabannya.

Tuhan begitu sayang pada Niniwe. Dia tak mau seorang pun binasa akibat dosa yang diperbuatnya, tanpa memahami konsekuensinya (bdk. 2 Ptr. 3:9). Bahkan praktek kejahatan penduduk Niniwe memakan korban setiap hari. Situasi yang sangat darurat, bukan? Dunia di sekitar kita, kurang lebih juga hidup dalam situasi yang sama. Bangunlah! Ingatkanlah mereka!            --Susanto/Renungan Harian
    
DUNIA YANG KITA HUNI SEDANG MENUJU KEBINASAAN; BANGUN DAN SERUKAN BAHWA YESUS TELAH MENYELAMATKANNYA.

MEMBERI DENGAN TULUS

Bacaan: 2 Korintus 8:1-15
Setahun: Yeremia 26-28
Nats      :  Sebab jika kamu rela untuk memberi, maka pemberianmu akan diterima, kalau pemberianmu itu berdasarkan apa yang ada padamu, bukan berdasarkan apa yang tidak ada padamu.                (2 Korintus 8:12)

Pernah menerima pemberian yang tidak diberikan dengan ikhlas? Seseorang memberi saya sebuah barang, namun hati saya merasa tak enak karena orang itu dalam beberapa kesempatan selalu mengungkit pemberiannya. Mengingatkan saya akan kebaikannya, supaya saya tidak akan pernah lupa. Pemberiannya yang tidak ikhlas ini menjadikan saya seperti orang yang berutang dan terus ditagih.

Kira-kira bagaimana perasaan Tuhan kalau kita memberikan sesuatu kepada-Nya atau kepada sesama dengan tidak ikhas? Misalnya, memberi agar Tuhan memberkati kita berlipat ganda; menolong agar kita mendapatkan pujian. Tentu saja hati Tuhan dan sesama sedih. Tuhan memberikan kita rezeki berlimpah agar kita bisa mencukupkan kekurangan orang lain (ay. 14). Kita sendiri akan kecewa saat memberi dengan tidak ikhlas karena kita tidak melakukannya dengan kasih, namun demi mencari keuntungan pribadi. Tuhan mau kita menaati firman-Nya dengan sukacita dan tanpa syarat, sama seperti jemaat Makedonia yang memberikan persembahan dengan kerelaan hati. Secara harta, kondisi jemaat Makedonia sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan hati.

Mari buat hati Tuhan dan sesama senang dengan memberikan sesuatu yang kita miliki dengan ikhlas. Berilah karena kita ingin membuat hidup orang lain bahagia dan dengan kesadaran bahwa kita adalah perpanjangan tangan Tuhan untuk memberkati orang lain. Selalu periksa motivasi hati kita saat memberi sehingga apa yang kita berikan kepada Tuhan dan sesama berdasarkan kasih.                 --Richard Tri G./Renungan Harian

KITA MEMBERI DENGAN TULUS KARENA KITA KAYA
DALAM KEMURAHAN HATI.

TERCEMAR OLEH IMBALAN

Bacaan : 2 Petrus 2
Setahun: Yeremia 23-25
Nats      : Karena mereka telah meninggalkan jalan yang benar, maka tersesatlah mereka, lalu mengikuti jalan Bileam, anak Beor, yang suka menerima upah untuk perbuatan-perbuatan jahat. (2 Petrus 2:15)

Beberapa kali ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan pejabat atau mantan pejabat negara sebagai tersangka, saya terkejut. Di antara mereka ada yang pada awalnya terkesan sebagai orang yang bersih. Mungkin mereka kemudian tergoda karena mereka hanya perlu melakukan hal yang mudah untuk mendapatkan uang yang jumlahnya mencengangkan. Kenikmatan hidup juga mungkin telah membuai mereka sehingga mereka lupa akan konsekuensi buruk yang bakal mereka terima.

Rasul Petrus mengingatkan tentang penyesatan oleh guru palsu. Mereka juga diidentikkan dengan nabi palsu dalam Perjanjian Lama. Salah seorang yang dijadikan contoh adalah Bileam. Awalnya Bileam menolak permintaan Balak, raja Moab, untuk mengutuki Israel dengan alasan Tuhan melarangnya. Namun, karena Bileam tidak dapat mengendalikan keinginan akan upah besar yang dijanjikan Balak, Tuhan akhirnya mengizinkannya pergi. Bertentangan dengan niatnya semula, Bileam justru memberkati Israel di sana karena Tuhan menggagalkan maksud jahat Bileam (lih. Bil. 22-24).

Bujukan dan rayuan dengan sejumlah imbalan ada kalanya membuat kita lengah. Kita pun dapat tergoda untuk mengatakan atau melakukan tindakan tertentu yang salah karena uang. Rasul Petrus mengingatkan bahwa perbuatan demikian membuat kita yang telah dikuduskan menjadi tercemar kembali (ay. 20). Seharusnyalah kita tidak terjerumus ke dalam keserakahan hidup sebagaimana yang dilakukan Bileam.                 --Heman Elia/Renungan Harian
    
LEBIH BAIK MENJAUHI KENIKMATAN DUNIAWI DARIPADA HIDUP DALAM KECEMARAN.

BERNYANYILAH BAGI DIA

Bacaan   : Mazmur 68:1-7
Setahun : Yeremia 19-22
Nas       : Bernyanyilah bagi Allah, mazmurkanlah nama-Nya, buatlah jalan bagi Dia yang berkendaraan melintasi awan-awan! Nama-Nya ialah TUHAN; beria-rialah di hadapan-Nya! (Mazmur 68:5)

Orang percaya tentu tidak asing dengan memuji Tuhan. Bernyanyi menjadi aspek penting dalam ibadah kita. Apa jadinya jika nyanyian dan kemampuan untuk bernyanyi tidak ada? Dengan indah ahli bahasa Otto Jespersen berkata, "Manusia mencurahkan hatinya dengan nyanyian jauh sebelum ia bisa mengungkapkan pikirannya dengan kata-kata." Jujur saja, hidup akan begitu hampa dan kering jika Tuhan tidak memberi manusia kemampuan ini.

Raja Daud dalam ayat hari ini menegaskan agar kita bernyanyi bagi sang Pencipta. Tanpa hadirat Tuhan, musuh-musuh tak bisa dikalahkan dengan kekuatan Daud sendiri. "Allah bangkit, maka terseraklah musuh-musuh-Nya" (ay. 2). Daud memuliakan nama Tuhan, yang sudah menumpas lawan-lawan, dengan nyanyian dan pujian. Daud mengucap syukur dengan mempersembahkan banyak hal, termasuk di dalamnya puji-pujian bagi sang Mahakuasa.

Bernyanyi adalah berkat besar yang disingkapkan Tuhan bagi kita. Ini merupakan satu karunia dasar yang kapan pun kita bisa hadirkan bagi Tuhan. Sebagai ciptaan-Nya, kita patut memberi kemuliaan atas segala kebaikan yang telah Dia berikan. Saat kita belum mampu memuliakan Tuhan dengan cara lain, bernyanyi adalah bentuk sederhana memuliakan Tuhan. Sebaliknya, saat mampu memberi harta, waktu, dan tenaga sebagai wujud ucapan syukur, kita juga tidak boleh lupa untuk menyembah Dia dengan puji-pujian. Bernyanyilah bagi Tuhan, sebab Dia layak! --Natan Setiawan Gultom/Renungan Harian

MULIAKANLAH TUHAN DENGAN SEGALA HAL YANG KITA MILIKI,
TERMASUK DENGAN NYANYIAN DAN PUJIAN!

TITIK FOKUS SEJARAH

Bacaan : Lukas 24:13-27
Setahun: Yeremia 11-14
Nats       : Lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi. (Lukas 24:27)

Kisah hidup-Nya dituliskan lebih dari 500 tahun sebelum Dia lahir. Kisah-Nya terdapat dalam berbagai kitab yang terbit sebelum masa hidup-Nya. Saya memiliki buku itu. Pada waktu membacanya, saya menemukan tempat yang dinubuatkan sebagai tempat kelahiran-Nya, nama keluarga-Nya, dan pekerjaan-Nya. Kitab itu menubuatkan orang itu akan menyembuhkan orang-orang sakit. Bangsa-Nya sendiri akan membenci-Nya dan salah seorang sahabat-Nya akan mengkhianati-Nya. Kitab itu menubuatkan ongkos yang harus dibayarkan kepada si penghianat dan kapan Dia akan mati. Kitab yang luar biasa ini juga menyatakan bahwa para penguasa akan membawa orang ini ke pengadilan, bahwa Dia akan dihukum mati sebagai penjahat. Namun, walaupun mati sebagai penjahat yang miskin demi kebaikan dunia kita, Dia akan dikuburkan dalam kubur orang kaya.

Tentu saja, nama orang ini adalah Yesus, dan kitab sucilah yang menyatakan sejarah kehidupan-Nya terlebih dahulu. Para penulis kitab suci menuliskan semua nubuatan mengenai Yesus mulai dari 500 sampai 1000 tahun sebelum Dia dilahirkan. Nubuatan dan janji dalam Perjanjian Lama mengungkapkan kabar baik mengenai Yesus. Semua itu memberikan kepada kita keyakinan kepada Yesus.

Yesus adalah pemeran utama kisah keselamatan sebagaimana diceritakan dalam kitab Perjanjian Lama dan kitab Perjanjian Baru. Semua sejarah berkisar pada kelahiran Yesus. Marilah kita menjadikan Yesus, yang adalah titik fokus sejarah, sebagai titik fokus hidup kita.           --Daniel Korre/Renungan Harian
    
DIA ADA DALAM SEJARAH DUNIA, DIA JUGA ADA DALAM SEJARAH HIDUP KITA.

KELEDAI BILEAM

Bacaan : Bil 22:21-35
Setahun: Yeremia 7-10
Nats       : Ketika keledai ini melihat Aku, telah tiga kali ia menyimpang dari hadapan-Ku; jika ia tidak menyimpang dari hadapan-Ku, tentulah engkau yang Kubunuh pada waktu itu juga dan dia Kubiarkan hidup." (Bilangan 22:33)

Salah satu trik untuk mengendalikan kemarahan adalah dengan berhitung dari satu sampai sepuluh di dalam hati. Hal itu menjadikan pikiran lebih rileks. Diharapkan, kita jadi lebih mampu mengendalikan diri sehingga kemarahan kita tidak meluap melalui perkataan atau perbuatan yang bertolak belakang dengan jiwa kristiani yang menjadi jati diri kita.

Ketika Bileam berniat menuruti bujukan Balak untuk mengutuki Israel, Tuhan murka. Malaikat Tuhan menghadang Bileam di tengah perjalanan. Melihat malaikat Tuhan menghunus pedang, keledai Bileam menyimpang dari jalan hingga masuk ke ladang. Bileam murka kepada keledainya. Ya, Allah murka kepada Bileam, dan Bileam murka kepada keledai yang telah menyelamatkannya dari murka Allah. Keledai itu menyelamatkannya dari pedang malaikat, tetapi Bileam ingin membunuhnya.

Bileam yang tersesat menjadi sukar mendengar. Hatinya yang tidak taat pada kehendak Tuhan menjadikan matanya "buta" sehingga tidak melihat malaikat Tuhan. Bileam kehilangan kepekaan sehingga tidak bisa melihat kebenaran. Kita belajar bahwa pengikut Tuhan yang taat memiliki kepekaan terhadap pimpinan Tuhan. Tetapi, kehadiran-Nya akan dianggap sebagai duri bagi mereka yang tidak mau taat. Jangan jadikan risiko ketaatan ini sebagai alasan untuk melarikan diri dari Tuhan. Terlebih lagi kedaulatan Tuhan atas hidup manusia bersifat mutlak. Kedaulatan Tuhan mampu menjaga orang benar dan menaklukkan segala nafsu jahat manusia            . --Endang B. Lestari/Renungan Harian
    
PENGIKUT TUHAN YANG TAAT MEMILIKI KEPEKAAN HATI. TETAPI, KEHADIRAN-NYA MENJADI DURI BAGI YANG MENGERASKAN HATI.

KEHENDAK TERBAIK

Bacaan : Markus 14:32-36
Setahun: Yeremia 4-6
Nats       : Ambillah cawan ini dari hadapan-Ku, tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki. (Markus 14:36)

Getsemani berarti "tempat pemerasan minyak". Di taman itu Yesus menghadapi tantangan paling sulit dalam hidup-Nya; seolah-olah diperas habis untuk mendapatkan minyak yang murni. Dia merasa "sangat takut dan gentar" (ay. 33), menyiratkan kepedihan yang teramat menyakitkan. Di tengah kesesakan itu, Yesus merebahkan diri-Nya ke tanah. Yang dimaksud dengan "merebahkan diri" adalah seakan-akan terjatuh dengan kedua lutut terhempas lebih dahulu ke tanah. Ralph Earle, dalam Beacon Bible Commentary, mengartikan kalimat ini dengan, "berjalan seperti terhuyung-huyung, tersandung, dan terjatuh, kemudian larut dalam kesedihan dan ketakutan jiwa-Nya."

Langkah selanjutnya yang Yesus lakukan adalah berdoa. Yesus tahu kepada siapa Dia patut berdoa, yaitu kepada Bapa-Nya. Dia sangat mengenal dan percaya bahwa kuasa Bapa-Nya akan sanggup menolong-Nya. Sebagai manusia sejati, Yesus sangat takut dan gentar menghadapi kematian-Nya yang mendekat sehingga Dia berharap agar diri-Nya dijauhkan dari kematian. Tapi, iman-Nya tidaklah tergantung pada hasil doa-Nya. Iman-Nya diwujudkan melalui ketaatan dan penyerahan total-Nya pada kehendak Bapa-Nya.

Yesus taat agar kehendak Bapalah yang dimuliakan atas hidup-Nya. Bagaimana dengan kita? Apakah kita juga mau taat melakukan kehendak Bapa meskipun kehendak-Nya kadang-kadang tidak sama dengan kehendak kita? Apakah kita akan tetap taat pada kehendak-Nya walaupun kehendak-Nya membawa kita pada suatu ujian iman?                --Samuel Yudi Susanto/Renungan Harian
    
WUJUDKAN IMAN KITA MELALUI KETAATAN TOTAL KEPADA KEHENDAK TUHAN.

MENGHADAPI AKHIR ZAMAN

Bacaan : Matius 24:29-44
Setahun: Yeremia 1-3
Nats       : Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang. (Matius 24:42)

Banyak mahasiswa yang datang kepada saya bertanya tentang akhir zaman. Mereka gelisah dan ketakutan karena di kampus beberapa lembaga pelayanan ingin menjangkau mahasiswa dengan pendekatan kengerian akhir zaman. Mereka menakut-nakuti para mahasiswa akan dampak besar dari akhir zaman itu. "Kak, beberapa hari ini saya tidak bisa tidur setelah mendengar khotbah seorang pembicara tentang akhir zaman di persekutuan kami. Saya selalu memikirkan kengerian itu. Saya benar-benar takut, " ungkap salah seorang mahasiswa.

Apakah pernyataan mahasiswa itu adalah potret dari kebanyakan kita? Takut dan ngeri akan datangnya akhir zaman. Akibatnya kita gelisah dan takut bahkan sampai-sampai tak bisa lagi berdoa. Akhir zaman memang pasti datang dengan kengeriannya. Kuasa-kuasa langit akan diguncangkan. Orang-orang dari berbagai bangsa akan takut dan bingung menghadapi deru dan gelombang laut. Mereka akan mati ketakutan karena kecemasan dengan segala apa yang menimpa bumi.

Tetapi, sebagai orang yang percaya kepada Yesus Kristus, saat itu bukanlah hal yang mengerikan, melainkan saat penyelamatan. Kita akan bertemu muka dengan muka dengan Dia. Saat itu keadilan dan ketentraman akan melingkupi kita. Saat itu adalah saat yang paling membahagiakan. Daripada gelisah memikirkan akhir zaman dan segala kengeriannya, ambillah langkah yang bijak. Jangan gelisah dan takut, berjaga-jagalah. Jauhilah yang jahat dan hiduplah dengan jujur.          --Piter Randan Bua/Renungan Harian
    
DIKUASAI KETAKUTAN TAK AKAN MEMBUAT KITA LEBIH DEKAT DENGAN TUHAN. DEKAT DENGAN TUHAN AKAN MEMAMPUKAN KITA MENGALAHKAN KETAKUTAN.

BAGAIKAN BIJI

Bacaan : Yoh 12:20-36
Setahun: Yesaya 64-66
Nats       : Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Jika biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. (Yohanes 12:24)

Dari bangunan tiang beton dapur pastori kami tumbuh pohon beringin. Rupanya, ketika dilakukan pengecoran, biji beringin ikut tercampur ke dalam adonan semen, lalu mati, dan kemudian tumbuh tunas beringin baru, yang mampu menerobos bebatuan beton bertulang. Kami memotong batangnya, tapi beringin itu dapat tumbuh lagi.

Perkataan Yesus ini menjadi contoh yang tepat dan kontekstual. Bukan hanya pada zaman-Nya. Kini dan kapan saja, di mana saja dan bagi siapa saja, orang masih dapat memahaminya, dan ucapan-Nya tidak menjadi usang.

Melihat orang-orang Yunani datang kepada Filipus dan Andreas untuk berjumpa dengan-Nya, Yesus langsung menanggapi mereka. Dia memberitahukan tentang penderitaan dan kematian yang akan dialami-Nya, bagaikan biji gandum yang mati di tanah. Namun, kebangkitan-Nya pada hari ketiga bagaikan benih gandum mati yang hidup kembali, kemudian tumbuh, berbunga, dan berbuah lebat.

Orang-orang yang percaya dan diselamatkan merupakan buah dari kematian dan kebangkitan-Nya. Sebab itu, setiap orang percaya haruslah berani meneladani Yesus, seperti biji gandum yang siap mati bagi Tuhan dan hidup kembali bersama Tuhan. Bertumbuh di tengah berbagai tantangan dan pencobaan seberat dan sekeras apa pun, agar iman bertumbuh dan berbuah lebat, menjadi berkat bagi sesama.           --Daniel Herry Iswanto/Renungan Harian
    
YESUS KRISTUS MENGUNDANG KITA UNTUK MATI, AGAR KITA HIDUP KEMBALI DAN MENJADI BERKAT.

SELALU MENGALIR

Bacaan   : Kolose 3:5-17
Setahun : Yesaya 58-63
Nas       : Dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbarui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Penciptanya. (Kolose 3:10)

Seorang pria mendatangi guru yang terkenal dengan kebijakannya. Tak diduga, pria itu datang hanya untuk meludahi muka sang guru. Seorang murid yang berdiri di sebelah sang guru segera bergerak maju untuk membuat perhitungan. Namun sang guru memberi isyarat kepadanya untuk membiarkannya pergi. "Bukan saya yang diludahinya. Ia belum mengenal saya. Ia meludahi gagasannya sendiri tentang saya, yang ia dengar dari orang lain." Perkataan itu membuat si pria merasa bersalah. Keesokan harinya ia datang kembali kepada sang guru, katanya: "Saya hendak meminta maaf atas perbuatan saya kemarin." "Perbuatan yang mana?" balas sang guru. "Meludahi Anda, " sahutnya. "Tidak ada yang perlu dimaafkan, karena saya yang hari ini bukanlah saya yang kemarin! Seperti Anda hari ini, yang juga berbeda dari Anda yang kemarin!"

Hidup baru yang Tuhan berikan menggerakkan kita untuk berubah setiap hari. Perubahan kita menjadi semakin serupa dengan Kristus dinyatakan melalui hidup keseharian. Kita belajar untuk tidak lagi berfokus pada dunia (semua perbuatan yang digerakkan oleh hawa nafsu dan berbagai dosa yang tidak selaras dengan jati diri orang kudus) menuju hidup baru yang rohani, yang senantiasa diperbarui untuk semakin serupa dengan karakter Allah.

Seperti sungai yang selalu mengalirkan air baru setiap hari, demikian pula hidup kita. Kita pada hari ini bukan lagi kita pada hari kemarin. Dan perubahan ini kiranya tidak berhenti dalam kehidupan pribadi, melainkan terulur sebagai berkat bagi sesama. --Endang B. Lestari/Renungan Harian

SEPERTI SUNGAI MENGALIRKAN AIR YANG BARU SETIAP WAKTU,
HIDUP KITA SENANTIASA DIPERBARUI MENUJU KESEMPURNAAN ILAHI.

MELEPASKAN MASA DEPAN

Bacaan: Keluaran 2:1-10
Setahun: Yesaya 52-57
Nats.     : Diambilnya sebuah peti pandan, dipakalnya dengan gala-gala dan ter, diletakkannya bayi itu di dalamnya dan ditaruhnya peti itu di tengah-tengah teberau di tepi sungai Nil. (Keluaran 2:3)

Sejak mempunyai anak, saya selalu berjuang melawan perasaan gelisah setiap kali harus pergi bertugas ke luar kota. Hati saya merasa sedih sebab terpaksa meninggalkan putra-putri demi mewujudkan masa depan saya dan keluarga.

Bayangkan yang dialami Yokhebed, ibu Musa. Ia seorang wanita yang harus melepaskan buah hati yang dilahirkan dari kandungannya sendiri. Setelah tiga bulan penuh merawat dan menyusui Musa, pasti ada ikatan emosi kuat terjalin di antara mereka. Sebagai ibu orang Ibrani, dengan berat hati ia terpaksa melepaskan sang buah hati dengan menghanyutkannya ke sungai Nil, agar bayinya itu tidak mati dibunuh oleh orang-orang Mesir.

Tindakan Yokhebed melepaskan anaknya sepertinya sama dengan "melepas" anaknya pada masa depan yang tidak jelas arahnya. Yokhebed sebenarnya bukan hanya "melepas" begitu saja, tetapi ia belajar menyerahkan dan memercayakan sepenuhnya masa depan anaknya kepada Allah. Dan benar, Allah bekerja saat ia "melepaskan" masa depan anaknya. Seorang putri Firaun yang sedang mandi di sungai Nil melihat keranjang bayi Musa tersebut, lalu mengambil dan mengangkat bayi itu menjadi anaknya.

Bagaimana dengan kita? Apakah kita memiliki cita-cita atau impian yang sedang kita coba raih tanpa menyerahkannya terlebih dahulu kepada Allah? Ingat, impian kita belum tentu sama dengan impian Allah terhadap kita. Selaraskan dahulu impian kita dengan impian-Nya, maka Dia akan mewujudkan impian kita.   --James Yanuar W./Renungan Harian

LEPASKANLAH IMPIAN KITA KE TANGAN ALLAH,
MAKA DIA AKAN MERANGKAI MASA DEPAN KITA.

TERANG YANG SEJATI

Bacaan : Yohanes 1:1-9
Setahun: Yesaya 43-46
Nats       : Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya. (Yohanes 1:5)

Thomas Alfa Edison menemukan tenaga listrik setelah mengadakan percobaan berulang-ulang. Konon ia melakukan percobaan lebih dari seribu kali. Karena jasanya, kehidupan manusia berubah sama sekali. Desa-desa dan kota-kota dapat mengalami terang lampu listrik. Banyak pekerjaan manusia yang dapat diselesaikan hanya dengan memencet sebuah tombol listrik. Tetapi, terang yang dihasilkan dari usaha dan kerja keras Edison tidak bisa menerangi sisi lain dari kegelapan hidup manusia, yaitu kegelapan karena dosa.

Dosa memisahkan manusia dari pencipta-Nya. Dibuang dari Taman Eden dan diganjar dengan maut. Akibatnya, manusia berjalan dalam kegelapan dan menyimpang dari tujuan Allah baginya. Segala usaha dilakukan untuk kembali kepada-Nya, tetapi gagal karena seorang pun tak ada yang memenuhi standar kesucian-Nya.

Tetapi, rencana dan kasih Allah bagi manusia tak berubah dari semula. Ia mengirim utusan-Nya, yaitu para nabi, untuk menuntun umat-Nya kembali kepada-Nya. Sampai akhirnya, Allah mengirim dan mengurbankan anak-Nya yang tunggal, mati di atas kayu salib untuk menebus manusia. Dia adalah Firman Allah yang menjadi daging. Dia ada sebelum dunia dijadikan. Dia adalah Terang dunia yang hidup di antara manusia. Dialah satu-satunya terang yang mampu mengalahkan kegelapan karena dosa. Dialah Allah. Di dalam Dia kita memperoleh segala berkat rohani di dalam surga, yaitu pengampunan dosa. Dialah terang yang sejati; kegelapan tak akan menguasai-Nya.            --Piter Randan Bua/Renungan Harian
    
MEREKA YANG HIDUP DALAM TERANG TAK AKAN PERNAH DIKUASAI KEGELAPAN, MELAINKAN MENGALAHKAN KEGELAPAN DAN BERCAHAYA DI DEPAN SEMUA ORANG.

CARA TUHAN BEKERJA

Bacaan : Yesaya 55:1-13
Setahun: Yesaya 27-31
Nats      : Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. (Yesaya 55:8)

Seorang pendeta bercerita, saat masih sekolah Alkitab ia dan beberapa teman terinspirasi oleh kebiasaan gembala senior mereka berdoa subuh-subuh. Mereka bertekad mengikuti teladan itu. Mereka bangun subuh untuk berdoa. Hasilnya? Bukannya mengalami terobosan kerohanian seperti yang mereka impikan, mereka semua malah tidak masuk kuliah karena masuk angin!

Kita bisa jadi tergerak dan terinspirasi oleh kesaksian hamba Tuhan atau orang Kristen lain, khususnya jika kesaksian itu berkaitan dengan kebutuhan kita. Misalnya, ada hamba Tuhan bersaksi saat ia butuh uang, Tuhan menyuruhnya memberikan seluruh isi tabungannya dan ternyata ia mendapat gantinya berkali lipat. Atau, ada hamba Tuhan lain yang bersaksi pernikahannya dipulihkan setelah ia berpuasa 40 hari 40 malam. Lalu kita pun berusaha mengikuti apa yang mereka lakukan, namun tidak mengalami perubahan. Tidak ada yang terjadi.

Kenapa bisa begitu? Karena kekristenan bukanlah sebuah metode. Cara Tuhan bekerja tidak sama seperti rumus matematika: jika kita memasukkan satu angka ke dalam sebuah persamaan pasti akan didapat hasil yang diinginkan. Cara Tuhan bekerja bagi setiap pribadi belum tentu sama. Metode yang berhasil untuk satu orang belum tentu dapat diterapkan untuk orang lain.

Bagi masing-masing pribadi Tuhan punya cara kerja, cara berbicara, cara menyatakan diri yang berbeda dan unik. Yang perlu kita lakukan bukanlah meniru cara orang lain tetapi membangun hubungan dengan Dia dan membiarkan-Nya bekerja sesuai dengan cara-Nya.                                --Denny Pranolo/Renungan Harian
    
KITA TIDAK AKAN PERNAH TAHU CARA TUHAN BEKERJA, KARENA ITU BIARKAN DIA BEKERJA MENURUT CARA-NYA.

BERKURBAN DEMI CINTA

Bacaan: Kisah 9:1-18
Setahun: Yesaya 22-26
Nats       : Aku sendiri akan menunjukkan kepadanya, betapa banyak penderitaan yang harus ia tanggung oleh karena nama-Ku. (Kisah Para Rasul 9:16)

Lelaki ini bernama Hartono. Ia membulatkan tekad untuk berkeliling Indonesia dengan cara ekstrem: berjalan kaki! Sepanjang perjalanan, ia menyinggahi situs-situs bersejarah, terutama yang berkaitan dengan Ir. Soekarno. Kekaguman dan rasa cinta Hartono pada Ir. Soekarno membuatnya rela melakukan tindakan ekstrem tersebut. Itulah kehebatan dari rasa cinta dan kekaguman yang bisa ditunjukkan oleh seorang anak manusia.

Tindakan Hartono mengingatkan saya pada perjalanan Paulus, yang dahulu bernama Saulus. Perjumpaan pribadi dengan Yesus di jalan menuju Damsyik (ay. 3-6) bukan hanya membelokkan sejarah hidupnya, melainkan menjadi awal perjuangannya demi Kristus. Ketetapan Allah bahwa ia akan menderita oleh karena nama Kristus, juga demi sampainya Injil ke bangsa-bangsa, tidak membuat murid Gamaliel ini merasa gentar. Ia malah berkata: "Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikit pun, asalkan aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk bersaksi tentang Injil anugerah Allah" (Kis 20:24). Mustahil rasanya jika hal-hal luar biasa itu dilakukan oleh laki-laki yang tidak mengasihi Tuhan.

Apakah kita mengasihi Tuhan? Seberapa besar rasa cinta kita kepada-Nya, sehingga membuat kita rela berkurban dan melakukan banyak hal demi menyenangkan hati-Nya? Mari jawab dengan jujur di hadapan-Nya, lalu wujudkan lewat sikap, perkataan, maupun perbuatan kita bahwa kita sungguh-sungguh mengasihi-Nya. --Go Hok Jin/Renungan Harian

KETIKA SESEORANG SUNGGUH-SUNGGUH MENGASIHI,
IA AKAN BERSEDIA BERKURBAN BAGI PRIBADI YANG DIKASIHINYA.

PENGECUT

Bacaan : Yer 38:14-39:10
Setahun: Yesaya 15-21
Nats       : Lagipula ia memberontak terhadap raja Nebukadnezar, yang telah menyuruhnya bersumpah demi Allah. Ia menegarkan tengkuknya dan mengeraskan hatinya dan tidak berbalik kepada TUHAN, Allah Israel. (2 Tawarikh 36:13)

Disebut sebagai "pengecut" adalah aib besar bagi kebanyakan orang. Kita dididik untuk berusaha menjadi orang yang berani, yang tidak mudah menyerah, yang harus berjuang sekuat tenaga untuk berhasil. Karena itu, ketika ada rintangan yang pelik, lebih baik kita berusaha mati-matian dulu lalu kalah daripada menyerah sebelum berusaha sama sekali.

Raja Zedekia tampaknya bersikap demikian. Ia memilih tidak mendengarkan perintah Tuhan melalui nabi Yeremia untuk menyerah kepada Raja Nebukadnezar. Sebagai raja Yehuda, jika ia mengambil keputusan untuk menyerah saja, label "pengecut" akan melekat pada dirinya. Ia beranggapan, lebih terhormat jika ia berusaha bertahan dan membiarkan Yerusalem musnah bersama dirinya.

Seperti Zedekia, salah satu hambatan kita dalam mematuhi firman Tuhan dan mengikuti Dia adalah ketakutan diejek sebagai "pengecut" oleh lingkungan kita. Seorang remaja atau pemuda takut dikatakan pengecut kalau tidak ikut mencicipi narkoba, maka ia melakukannya juga meskipun tahu Tuhan tidak berkenan akan hal itu. Seorang pekerja takut dikatakan pengecut kalau tidak ikut berkomplot dengan rekan-rekannya menyelewengkan uang perusahaan, maka ia pun melakukannya juga meski tahu akibatnya.

Kita patut bertanya pada diri sendiri, apakah kita memilih disebut sebagai pengecut tetapi diperkenan oleh Tuhan, atau dipuji sebagai pemberani sebentar tetapi menanggung akibat buruknya sekian lama?                                              --Alison Subiantoro/Renungan Harian
    
PEMBERANI SEJATI ADALAH MEREKA YANG BERANI MENGIKUTI TUHAN MESKIPUN DISEBUT SEBAGAI PENGECUT.